Tuesday, 11 April 2017

TUHAN SELALU SALAH

"OM SWASTI ASTU"

Pagi hari pukul 02.00 wita, belum bisa juga kupejamkan mata ini, aku hanya bisa berbaring diatas sebuah karpet merah, dengan kedua tangan kulipat dibelakang kepala sebagai penyangga. Kupandangi atap rumah yang belum di plafon, lalu kucoba tutup mata, dan ku fokuskan semua pada telinga, aku pun menikmati gamelan air hujan yang dari tadi pagi tak berhenti berdendang tik..tik..tik bunyinya bersahut-sahutan, sambil sesekali suara gong petir menggelegar blar....blar.... "Begitu indah instrumen Tuhan ini" batinku berkata, lalu alunan kidung angin pun menderu-deru menyayat hati.

Sambil menikmati kesenian Tuhan, aku dibawa pada kenangan-kenangan kejadian tadi pagi, obrolan tetangga yang mengeluh tak sengaja menggelitik telingaku, "Ya Tuhan, bagaimana jemuranku bisa kering, kalau hujan tak reda juga", mengingat hal itu senyum mengembang di bibirku, di lain pihak tetanggaku yang seorang petani malah bersyukur "Ya Tuhan terima kasih atas anugerahmu ini, sehingga sawahku tak kekeringan" katanya dengan nada gembira.

Siang itu temanku yang seorang ojek, datang ke warung ibuku membeli secangkir kopi sambil mengeluh "Ya Tuhan, kalau hujan begini terus, bagaimana aku bisa mendapatkan penumpang" ratapnya. Tapi berbeda pendapatnya dengan temanku yang seorang supir angkot, dia kebetulan juga saat itu datang untuk membeli sebungkus rokok "Terima kasih Tuhan, gara-gara hujan ini mobilku hari ini selalu penuh dengan penumpang" ucapnya dengan senyum.
Dari kejauhan mas Ucup penjual es keliling berjalan dengan muka sedih, sambil tetap mendorong gerobak es dan berteriak "es...es", aku yg kasihan lalu menyapanya dan bertanya "gimana mas dapat jualan hari ini?", dia menjawab "dari pagi muter-muter yg terjual cuma 1 mangkok bli, gara-gara hujan ga juga kunjung reda" keluhnya. "Ya udah mas aku beli satu mangkok" sambil menyerahkan uang Rp.3.000,-. Bersamaan dengan itu, pedagang bakso Ajeg Bali yang bernama Wayan pun tiba, sambil memukul-mukul mangkoknya memanggil pembeli, sejurus kemudian banyak orang berbondong-bondong keluar membawa mangkok. Sambil melayani pembeli dia berteriak kegirangan "laris manis...hujan pembawa rezeki, terima kasih Tuhan" katanya.

Sore hari kuamati beberapa anak laki-laki bertelanjang dada berlari dan bermain di bawah guyuran air hujan, mereka menari-nari dan tertawa riang sambil bernyanyi "hujan....balesang..dan bla.bla.bla". Tapi di lain pihak, anak-anak yang di larang ortunya bermain hujan-hujanan bermain di dalam rumahku dan berkata dengan cemberut "nyebelin banget kenapa sih hujan ga berhenti-henti, kita kan jadi nggak bisa bermain" keluhnya.

Mengingat kejadian tersebut aku cuma mampu tertawa kecil, lalu bangkit duduk bersila serta mencangkupkan tangan di depan sebuah patung yg berwujud manusia dengan kalung ular di leher, dan bermahkota kan bulan sabit di rambut. "Oh Tuhan maafkan lah segala keegoisan kami, dan terima kasih Engkau menyadarkanku dan selalu memberi pelajaran di tiap detik nafas ini".


Pesan Penulis

Sebagai manusia kita memang kerap berprilaku bodoh dan egois, kita sering menganggap bahwa cuma kita seorang setangkai bunga di taman Tuhan yang harus diberi perhatian khusus, di pupuk, dan disiram. Kita lupa, bahwa berbagai jenis bunga dan tanaman lain ikut tumbuh subur di dalam taman tersebut. Ingat Tuhan itu maha adil, Beliau akan memberi pupuk dan air secara merata, sehingga bunga-bunga dan tanaman lain tumbuh dengan subur.

Jangan pernah mengajari Tuhan, apalagi menyalahkanNya, percayalah bahwa Tuhan selalu tahu apa yang harus dilakukan. Mari berserah diri kepadaNya, karena jalan Tuhan adalah jalan kebenaran

"OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM"



1 comment:

UDENG

" OM SWASTIASTU " Tata busana orang-orang Bali ketika melaksanakan suatu upacara atau kegiatan keagamaan memiliki ciri-ciri ...