Saturday, 29 April 2017

STHANA-NYA DEWA SAMBHU MENURUT NAWA SANGA

"OM SWASTIASTU"

Dewata Nawa Sanga adalah sembilan dewata penguasa pada setiap penjuru mata angin, ini tertera dalam konsep agama Hindu di Bali. Sembilan penguasa tersebut merupakan Dewa Siwa yang dikelilingi oleh delapan aspeknya. Diagram Matahari yang bergambar Dewata Nawa Sanga ini, ditemukan dalam Surya Majapahit yang merupakan lambang kerajaan Majapahit sendiri. 

Nah, yang ingin saya bahas kali ini tentang Dewa Sambhu. Isi D
iagram Matahari bergambar Dewata Nawa Sanga menjelaskan bahwa dalam lambang ini Dewa Sambhu merupakan penguasa arah timur laut (Ersania), yang bersenjatakan Trisula, wahananya (kendaraan) adalah Wilmana (dalam bahasa Bali berarti raksasa bersayap, sedang dalam kesusasteraan India Kuno Wilmana adalah sebuah benda bundar yang bisa terbang) Shakti dari Dewa Sambhu ialah Dewi Mahadewi, aksara suciNya "WA", dilambangkan dengan warna biru, dan di Bali Beliau di puja di Pura Besakih.



gambar Pura Besakih

Adakah orang Bali yang belum mengenal pura ini? Sepertinya semua pasti tahu kan, kalau begitu yuk kita bahas ulang agar lebih mengenal tentang Pura Besakih. Pura terbesar di Bali ini terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kalinya tempat diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Rsi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih, Pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di komplek Pura Besakih. Di Pura Penataran Agung terdapat 3 arca atau candi utama simbol stana dari sifat Tuhan Tri Murti, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur. Di dalam Raja Purana Besakih dikatakan bahwa Pura Penataran Agung Besakih merupakan tempat Pesamuaning Bhatara Kabeh. Maka dari itu Pura Besakih masuk dalam daftar pengusulan Situs Warisan Dunia UNDESCO sejak tahun 1995.

Kebanyakan orang menyangka Pura Besakih itu hanya Pura Penataran Agung saja, padahal masih banyak lagi pura pura disekitar Pura Penataran Agung yang menjadi penyiwiannya, seperti Pura-pura Pedarman, dan kahyangan-kahyangan lain. Pujawali di Pura Penataran Agung jatuh pada hari Purnamaning Kapat, sedang aci lainnya ialah Bhatara Turun Kabeh setiap hari purnama kedasa, Tawur Panca Wali Krama dilaksanakan tiap sepuluh tahun sekali, dan Eka Dasa Rudra dilaksanakan tiap 100 tahun Caka sekali. Pura Penataran Agung terdiri dan 7 mandala yang melambangkan Sapta Loka atau tujuh lapisan alam, di tiap-tiap petak terdapat bangunan pelinggih. 

Nama-nama Pedarman dimulai dari urutan pertama setelah Pura Basukihan adalah :
1.  Pedarman Pasek
2.  Pedarman Kaba-kaba
3.  Pedarman I Gusti Ngurah Mengwi
4.  Pedarman Pungakan Bangbang
5.  Pedarman Kubontubuh
6.  Pedarman Sukawati
7.  Pedarman Sukahet
8.  Pedarman Badung
9.  Pedarman Bujangga Wisnawa
10.Pedarman Telabah
11.Pedarman Telabah Apit Yeh
12.Pedarman Ida Dalem Klungkung
13.Pedarman Blahbatuh

Pura-pura lain yang masuk dalam komplek Pura besakih adalah :
1.  Pura Pesimpangan. 
Dari Pura Dalem Puri ke timur dan membelok lagi ke selatan yaitu di sebelah timur jalan raya, di tempat yang agak terpencil, terletak Pura Pesimpangan. Piodalannya pada hari Anggara Kliwon Julungwangi, pura ini merupakan tempat pesimpangan (singgah) sejenak bila kembali melasti dari Segara Kelotok Klungkung.

2.  Pura Dalem Puri
Pura ini terletak paling selatan dari Pura Penataran Agung, yaitu di sebelah barat sungai. Untuk mencapainya kita harus berjalan kaki kira-kira 300 meter ke utara dan kemudian membelok ke barat di suatu tempat yang agak terpencil. Di pura ini distanakan Dewi Durga yang dahulu dinamai Pura Dalem Kedewatan Piodalan di pura ini pada hari Buda Kliwon Ugu, sedang setiap tahun pada sasih Kapitu penanggal 1, 3, atau 5 diselenggarakan upakara Yadnya Ngusaba Kepitu.




gambar Pura Dalem Puri

3.  Pura Manik Mas
Pura ini merupakan Kahyangan Dewi Pertiwi (Penguasa Daratan/Ibu Pertiwi) atau disebut juga Sang Hyang Giriputri (ShaktiNya Dewa Siwa). Piodalannya pada hari Saniscara Kliwon Wariga (Tumpek Uduh). Di tempat ini seharusnya umat sembahyang dengan mempersembahkan haturan sepatutnya, sebelum ia ke Pura Penataran Agung Besakih. Dimaksudkan agar baik jasmani dan rohani disucikan secara niskala sebelum menyelenggarakan suatu upakara yadnya, baik di Pura Penataran Agung maupun di pura-pura sekitarnya.



gambar Pura Manik Mas

4.  Pura Bangun Sakti
Letaknya disebelah timur jalan raya, di mana distanakan Triantabhoga yaitu Hyang Naga BasukihHyang Naga Sesa dan Hyang NagaTaksakaPiodalannya pada hari Buda Pon Watugunung. Di samping itu setiap waktu tertentu diselenggarakan aci Pengangon dan Ngusaba Posya pada hari tilem sasih keenem. Di pura inilah konon Danghyang Manik Angkeran dihidupkan kembali setelah wafat akibat kesalahannya kepada Hyang Naga Basukih.



gambar Pura Bangun Sakti

5.  Pura Ulun Kulkul
Di sebelah barat jalan terletak Pura Ulun Kulkul di mana Hyang Mahadewa distanakan. Sebuah kulkul (kentongan besar) terdapat di pura ini, dan dipandang sebagai kulkul yang paling utama dan mulia dari pada semua kulkul yang ada di Bali. Di zaman dahulu setiap desa atau banjar membuat kulkulkulkul itu harus dipelaspas dan dimohonkan tirta di Pura Ulun Kulkul, agar atas asung wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, kulkul itu mempunyai taksu, yaitu ditaati oleh krama desa atau krama pemaksan pura yang akan memakai kulkul tersebut. Piodalan di pura ini jatuh pada hari Saniscara kliwon Kuningan atau tepat pada hari Raya Kuningan. Sedang setiap tilem ketiga diadakan upakara Aci Pengurip Bumi dan pada setiap hari tilem kaulu menghaturkan Aci Sarin Tahun.



gambar Pura Ulun Kulkul

6.  Pura Merajan Selonding
Di sebelah utara Pure Ulun Kulkul dan agak masuk ke barat jalan raya terdapat Pura Merajan Selonding. Dahulu kala pura ini adalah merajan dari Dalem Kesari Warmadewa yang diperkirakan pernah mempunyai istana di Besakih dengan nama Bumi KuripanRaja Purana Besakih dalam bentuk lontar yang sering disebut Prasasti Bredah disimpan di pura ini, demikian pula seperangkat gamelan kuno yang bernama Selonding. Dalam Lontar Catur Muni-Muni yaitu yang menceriterakan tentang asal mulanya ada tabuh gamelan di Bali, dikatakan bahwa Bhagawan Narada mengajarkan para pertapa menabuh gamelan dengan gamelan Selonding. Sementara itu dalam Markandeya Purana ditegaskan bahwa Sang Yogi Markandeya juga memakai nama Hyang Naradatapa. Apakah yang dimaksud dengan Bhagawan Narada ini Sang Yogi Markandeya dan gamelan yang dipakainya itu gamelan selonding yang tersimpan di pura ini, masih perlu diadakan penelitian lebih lanjut oleh para ahli. Piodalan di pura merajan Selonding pada hari Wraspati Kliwon Warigadean

7.  Pura Goa
Ke utara dari Pura Manik Mas, di sebelah timur jalan raya, terletak Pura Gua di mana Hyang Naga Basuki distanakan. Di sebelah timur pura ini terdapat sebuah sungai dan pada tebingnya ada sebuah gua besar, tetapi sekarang gua tersebut sudah tertimbun runtuhan tanah longsor. Dalam cerita tentang perjalanan Dang Hyang Sidimantra ke Besakih, dikisahkan bahwa di gua inilah beliau setiap hari tertentu mempersembahkan haturan kepada Hyang Naga Basuki berupa empahan (susu), madu dan telur. Juga di tempat ini Dang Hyang Manik Angkeran memotong ekor Naga Basuki, sehingga Dang Hyang Manik Angkeran dipanggang sampai meninggal, tetapi kemudian dihidupkan lagi setelah Dang Hyang Sidimantra (Ayah dan Dang Hyang Manik Angkeran) dapat memasang kembali ekor Naga Basuki yang terpotong itu. Menurut ceritera rakyat, dahulu kala gua itu tembus sampai ke Gua Lawah di Klungkung. Pernah ada kejadian, pada waktu ada sabung ayam di Gua Lawah, salah seekor ayam sabung lari masuk ke Gua Lawah, kemudian di kejar terus oleh pemiliknya dan akhirnya ia keluar di gua Besakih. Pada permukaan gua sekarang ini sudah diperbaiki sehingga memungkinkan orang duduk untuk sembahyang atau semadi. Piodalan di Pura Gua dilaksanakan pada hari Buda Wage Kelawu atau Buda Cemeng Kelawu



gambar Pura Goa

8.  Pura Banua Kawan
Terletak di sebelah timur jalan raya, yaitu di timur parkir kendaraan menghadap ke selatan. Di sini distanakan Batari Sri, dan hari piodalannya jatuh pada hari Sukra Umanis Kelawu. Dahulunya di sebelah timur pura ini agak ke selatan terdapat sebuah lumbung padi untuk tempat menyimpan sebagian dari padi hasil sawah druwe Pura Besakih. Sekarang lumbung ini sudah tidak ada dan akan diusahakan untuk dibangun kembali. Dengan adanya lumbung ini diharapkan sebagai sarana permohonan untuk penginih-inih, artinya segala yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dapatlah dipenuhi, meskipun sederhana tetapi cukup.




gambar Pura Banua Kawan

9.  Pura Merajan Kanginan
Letaknya di sebelah timur Pura Banua Kawan, yaitu di ujung timur di tepi sebuah sungai menghadap ke selatan. Di sini distanakan Bhatara Rambut Sedana dan terdapat pelinggih untuk memulyakan Empu Bradah dan Bhatara Indra. Adapun piodalannya jatuh pada hari Saniscara Kliwon Krulut atau Tumpuk KrulutMenurut cerita yang pernah di dengar oleh para orang tua di Besakih, konon Pura ini bekas merajan dan Danghyang Manik Angkeran sewaktu beliau menjadi pertapa di Besakih.

10. Pura Hyang Haluh (Pura Jenggala)
Dari Pura Banua Kawan ke barat melalui jalan setapak, agak jauh ke dalam, lalu membelok ke utara akan kita dapati Pura Jenggala di atas sebuah bukit kecil. Menurut masyarakat setempat pura ini sering juga disebut Pura Hyang Haluh dan difungsikan sebagai Kahyangan Prajapati. Hal ini bisa di mengerti karena agak ke selatan dari Pura Jenggala terdapat tanah kuburan yang disebut Setra Agung. Di pura ini terdapat beberapa patung batu yang agak kuno menyerupai seorang resi, garuda, dan lain lainnya, yang sakral dan dibuatkan pelinggih-pelinggih. Banyak sekali ceritera rakyat yang dihubungkan dengan pura ini, ada yang mengatakan bekas pertapaan Dyah Kulputih, ada yang mengatakan Kahyangan Melanting dan ada pula yang memperkirakan semacam Pura Alas Angker.

11. Pura Basukihan
Di kaki Pura Penataran Agung Besakih, yaitu di sebelah kanan ketika kita akan menaiki tangga Pura Penataran Agung, terdapat sebuah pura yang pelinggih induknya berupa meru tumpang pitu (tingkat tujuh). Pura ini bernama Pura Basukihan, di tempat ini yang mana menurut perkiraan para sulinggih, Danghyang Markandeya menanam Pedagingan Panca Datu (lima jenis logam dengan kelengkapan upakaranya). Pura Basukihan, Pura Penataran Agung dan Pura Dalem Puri adalah induk dari Kahyangan Tiga, di desa-desa yaitu Pura Puseh, Pura Desa dan Pura Dalem. Dari kelengkapan pelinggih-pelinggih yang terdapat di masing-masing pura itu, demikian pula sastra-sastra agama yang ada hubungannya dengan tata cara membangun suatu pura, nampak bahwa pura Basukihan itu adalah Pura Puseh JagatPura Penataran Agung berfungsi sebagai Pura Desa Jagat, dan Pura Dalem Puri sebagai pura Dalem Jagat. Dengan demikian Pura Basukihan, Pura Penataran Agung, dan Pura Dalem Puri adalah pusat dari semua pura Puseh, pura Desa dan pura Dalem yang terletak di manapun, sehingga pura Besakih secara keseluruhan adalah Pura Penyungsung Jagat. Adapun yang distanakan di Pura Basukihan ini ialah Hyang Naga Basuki. Hari Piodalannya jatuh pada hari Buda Wage Klawu atau Buda Cemeng Klawu.



gambar Pura Basukihan

12. Pura Batu Madeg
Untuk mencapai Pura Batu Madeg ini kita berjalan kaki ke utara disebelah Barat Suci dan kemudian membelok sedikit ke Barat. Pura ini cukup luas di mana di dalamnya banyak terdapat palinggih-palinggih dan meru. Palinggih pokok adalah stana Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Hyang Wisnu berupa meru tumpang 11. upacara yadnya atau pangaci di Pura Batu Madeg terdiri dari piodalan pada hari Soma Umanis Tolu, Ngusabha Warigadian pada hari penanggal 5 sasih kelima, dan Benaung Bayu pada hari tilem sasih kelimaPalinggih-palinggih di Pura Batu Madeg antara lain:
a)  Bebaturan tempat memuja Bhatara Gajah Waktera. Di masa-masa yang lalu yaitu pada waktu perjuangan merebut kemerdekaan, konon para pejuang banyak yang bersemadhi di palinggih ini.
b)   Bebaturan linggih Bhatara Batudinding.
c)   Gedong Palinggih Bhatara Pujungsari.
d)   Meru tumpang 11 Palinggih Bhatara Manik Bungkah.
e)   Meru tumpang 11 Palinggih Bhatara Bagus Babotoh.
f)   Meru tumpang II Palinggih Bhatara Sakti Batu Madeg (Hyang Wisnu).
g)  Bebaturan Palinggih I Ratu Kelabangapit, tempat masyarakat memohon keselamatan bila akan membuat empelan (bendungan besar) dan memohon agar sawah-sawahnya tidak mengalami kekurangan air.
h)   Meru tumpang 9 Palinggih Bhatara Manik Buncing.
i)   Meru tumpang 9 Palinggih Bhatara Manik Angkeran yang dimuliakan oleh para prati sentananya dan sekarang dikenal dengan sebutan Pinatih, sulang dan Wayabya, di samping oleh Masyarakat umat Hindu umumnya.
j)  Bale Tegeh Palinggih Lingga.
k) Bale Pesamuhan Agung tempat pemujaan umum ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagi Hyang Wisnu.
l)  Bebaturan Pelinggih Bhatara Sanghyang Batur.
m)  Gedong Palinggih Sanghyang Kumpi Batur.
n) Enam buah Bale Pelik diantaranya terdapat tempat pemujaan pada Dukuh Suladri di Bale Pelik bagian Timur.
o)  Bangunan-Bangunan Bale Pegat, Bale Gong, Bale Pewedaan, dan Candi bentar.
Bila terdapat karya-karya agung di pura Besakih demikian pula pengaci di Pura Batu Madeg, maka semua palinggih-palinggih yang terdapat di Pura ini dihias dengan pengangge-pengangge palinggih seperti ider-ider, lelontek, pedapa, dan lain-lainnya dengan warna serba hitam.



gambar Pura Batu Madeg

13. Pura Gelap
Dari jalan setapak di sebelah timur Pura Penataran Agung, lalu ke utara (jalannya agak menanjak kira-kira 5 menit perjalanan), terdapat Pura Gelap di ketinggian. Pelinggih pokok berupa Meru tumpang 3 stanakan Hyang Iswara, juga dilinggihkan sebuah Padma, Palinggih Ciwa Lingga, Bebaturan Sapta Petala, Bale Pewedaan dan Bale GongPiodalan di Pura Gelap jatuh pada hari Soma Kliwon Wariga dan Aci Pengenteg Jagat pada setiap Purnama Sasih KaroDisinilah pura tempat umat maturan dan memohon kedamain pikiran dan kesejahteraan hidup sesuai dengan makna pengacinya yang disebut Aci Pengenteg Jagat. Pada waktu karya-karya di Pura Besakih semua pengangge-pengangge di Pura ini berwama serba putih.




gambar Pura Gelap

14. Pura Pengubengan
Pura Pengubengan ini letaknya di utara dari Pura Penataran Agung, melalui jalan setapak kira-kira 30 menit perjalanan. Di sini terdapat pelinggih pokok meru tumpang 11, di samping bale gong, bale Pelik, Piyasan, Candi Bentar dan tembok penyengker. Di sinilah pelinggih Pesamuhan Bhatara Kabeh sebelum Bhatara Turun Kabeh di Penataran Agung. Di antara pura-pura lainnya yang ada di Besakih, letak Pura Pengubengan ini yang tertinggi. Jika masyarakat bermaksud mempersembahkan aturannya kepuncak Gunung Agung akan tetapi tidak mampu karena tingginya, maka cukup aturan itu dipersembahkan di Pura Pengubengan ini. Sama halnya dengan Pura Peninjoan, pemandangan alam disini kelihatan indah sekali, akan tetapi Pura Penataran Agung tidak nampak dari sini. Sesungguhnya baik sekali apabila pada hari-hari tertentu (Rerainan) kita dapat pedek tangkil serta mempersembahkan aturan di Pura Peninjoan dan Pura Pengubengan secara berombongan, karena di samping hal-hal berkunjung ke pura-pura itu termasuk yadya yang disebut Tirtha Yatra, juga kita mengetahui secara langsung pura-pura itu. Piodalan di Pura Pengubengan jatuh pada hari Buda Wage Kelawu.




gambar Pura Pengubengan

15. Pura Tirtha
Tempatnya tidak begitu jauh dan Pure Pengubengan, yaitu disebelah timurnya, kira-kira 10 menit perjalanan. Di sini terdapat sumber tirtha atau air suci yang dipergunakan bila ada karya-karya agung di Pura Besakih ataupun karya-karya agung di desa-desa pekraman, demikian pula di sanggar-sanggar pemujaan umat seperti di sanggah merajanPiodalan di Pura Tirtha jatuh pada hari Buda Wage Kelawu.




gambar Pura Tirtha

16. Pura Peninjoan
Letak Pura ini agak ke barat-laut dari Pura Batu Madeg, melalui jalan setapak, menuruni lembah dan menyelusuri pinggir sungai kering tegalan penduduk. Perjalanan kurang lebih atarara 15 sampai 25 menit dan kita akan sampai di Pura Peninjoan di sebuah bukit kecil. Di sana terdapat sebuah Meru tumpang 9. Dari tempat inilah konon Empu Kuturan meninjau wilayah Desa Besakih yang sekarang menjadi tempat pelinggih-pelinggih di Pura Penataran Agung dan sekitarnya sewaktu beliau merencanakan pembangunan dan memperluas Pura Besakih di masa yang lalu, palinggih dahulu tidak sebanyak yang kita saksikan sekarang. Di tempat inilah Empu Kuturan menjalankan tapa yoga samadhi bila beliau ke Besakih. Ajaran-ajarannya tentang tata cara membangun pura, membuat pelinggih meru, kahyangan tiga, Asta Kosala Kosali dan lain-lainnya sampai sekarang masih dipraktekkan oleh segenap lapisan masyarakat Hindu. Setelah beliau moksa, beliau tidak lagi disebut Empu Kuturan, tetapi Bhatara Empu Kuturan, karena beliau dipandang sebagai Awatara atau Dewa Kemanusian, tidak ternilai besar jasanya dalam menuntun masyarakat Hindu, maka dari itu dan untukNya distanakanlah di Meru tumpang 9 di Pura Peninjoan ini, selain di tempat-tempat lain seperti di Silayukti (Padangbai - Karangasem).
Dari Pura Peninjoan, semua pelinggih di Pura Penataran Agung dapat dilihat dengan jelas, demikian pula dengan pantai dan daratan pulau Bali di sebelah selatan, akan terliha indah sekali. Selain dari meru tumpang 9, pura ini juga dilengkapi dengan dua buah Bale Pelik dan Piyasan. Piodalan di Pura Peninjoan pada hari Wraspati Wage Tolu.



gambar Pura Peninjoan

Nah sekian yang bisa saya rangkum tentang Pura Besakih dan pura-pura sekitarnya, ternyata masih banyak pura yang ada disana yang penulis belum ketahui dan datangi, begitu juga tentang sejarah masing-masing pura. Saya yakin pembaca sekalian pun baru mengetahuinya, maka jika suatu saat nanti kita ada waktu, dana, dan tenaga yang mencukupi, mari kita tangkil ke semua Pura-Pura yang tertera diatas.


(Tulisan ini menyadur dari Wikipedia dan www.babadbali.com)

oleh  Gede Laksana

"OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM"


No comments:

Post a Comment

UDENG

" OM SWASTIASTU " Tata busana orang-orang Bali ketika melaksanakan suatu upacara atau kegiatan keagamaan memiliki ciri-ciri ...