Tuesday, 25 April 2017

KUMBAKARNA

"OM SWASTIASTU"

Dahulu aku pernah diceritakan tentang salah satu tokoh pewayangan, seorang raksasa yang tinggi besar tapi berjiwa patriot, namanya adalah Kumbakarna. Dia anak kedua dari 4 bersaudara. Yang pertama bernama Rahwana, kedua Kumbakarna, ketiga Sarpakenaka, dan keempat adalah Wibhisana.

Yang akan saya ceritakan kali ini adalah tentang Kumbakarna, putra kedua dari Rsi Wisrawa dengan Kekasi (putri Raja Detya Sumali). Arti nama Kumbakarna adalah Kumba berarti kendi/tempayan, sedangkan Karna berarti telinga. Dia diberi nama ini dikarenakan memiliki telinga yang besar dan lebar. Kumbakarna juga seorang raksasa yang sangat sakti karena anugerah dari Dewa Brahma. Kegemarannya adalah tidur, sekali dia tertidur bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan dan akan sulit untuk dibangunkan.

Saat perang dharma melawan adharma antara Rama dan Rahwana, satu persatu panglima Kerajaan Alengka terbunuh (Alengka adalah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Rahwana sendiri). Maka Rahwana memerintahkan anaknya Indrajit untuk memanggil pamannya yaitu Kumbakarna agar segera menghadap. Ketika bertemu dengan pamannya yang sedang tertidur pulas, Indrajit kewalahan untuk membangunkan pamannya, akhirnya dicabutlah bulu kaki pamannya sehingga membuatnya terjaga dari tidur. Lalu diantarlah pamannya menghadap sang ayah ke istana.
Tiba di istana, Kumbakarna dijamu dengan sangat meriah. Hidangan yang beraneka ragam disajikan. Dia pun melahap semuanya. Setelah selesai menyantap semua, Rahwana mengutarakan maksudnya agar Kumbakarna tampil ke medan perang membela sang kakak. Kumbakarna yang berjiwa jujur menolak mentah-mentah perintah kakaknya, bahkan dia juga menasehati kakaknya agar menyerahkan Dewi Sinta kembali ke Sri Rama, karena dia sadar apa yang telah dilakukan kakaknya adalah salah. Menengar hal itu Rahwana marah dan mencaci maki Kumbakarna, dia juga menghardik bahwa Kumbakarna tak tahu balas budi terhadap kebaikan Rahwana dengan menyajikan aneka makanan (lege seluk). Mendengar hal ini, dengan kesaktiannya Kumbakarna memuntahkan kembali dan mengembalikan seperti semula apa yang telah dimakannya. Lalu dia berkata, "Aku akan maju ke medan perang bukan untuk membela kakak, tapi kehadiranku ke medan perang semata-mata untuk membela negeriku dari ancaman musuh yang menyerang. Andaikata aku mati, maka aku akan dikenang sebagai Kumbakarna seorang ksatria, bukan seorang adik yang membela kakaknya yang penuh angkara murka." Lalu dia pun tampil ke medan laga dengan gagah berani.

Wibisana yang memihak kubu Rama, melihat kakak keduanya tampil sendirian ke medan tempur. Lalu dia menghampiri dan mencoba menasehati Kumbakarna. Tapi Kumbakarna tetap bersikukuh akan membela negerinya sampai mati dari ancaman penyerbu, Wibisana sadar kakaknya seorang yang teguh memegang kata-kata dan dia hanya bisa memeluk sang kakak dan meneteskan air mata, lalu menghindar dari tengah pertempuran.

Pertempuran pun dimulai, banyak wanara yang mencoba melawan Kumbakarna tapi semuanya gagal. Panglima-panglima perang mencoba berbagai cara mengalahkan Kumbakarna mulai dari Sugriwa, Anggada, Nila dan Anoman namun masih juga merasa kesulitan mengalahkannya. Semua pasukan wanara dikalahkan dengan tangan kosong dan semburan api dari mulut Kumbakarna. Pasukan wanara mencoba menyerang raksasa yang begitu besar itu secara bersamaan, namun dengan mudahnya semuanya dipentalkannya. Melihat kesaktian itu akhirnya Sri Rama turun tangan, dengan panah saktinya dipotonglah kedua lengan Kumbakarna. Walau kehilangan kedua lengan, Kumbakarna masih melakukan perlawanan, dia menginjak-nginjak pasukan wanara dengan kakinya. Melihat hal tersebut, Sri Rama kembali melesatkan panahnya dan memotong kedua kaki Kumbakarna dari badannya. Bukannya segera menemui ajal, Kumbakarna tetap melakukan serangan dengan cara berguling dan menyemburkan api dari mulutnya. Sri Rama merasa kagum melihat kegigihan dan daya juangnya. Karena tak tega melihat penderitaan Kumbakarna lebih lama, akhirnya dilepaskanlah sebuah panah sakti ke arah tenggorokan, sehingga kepala Kumbakarna terlepasa dari badan dan segera menemui ajal. Melihat kakaknya gugur Wibisana hanya bisa bersedih, dia begitu merasa kehilangan kakak yang sangat dia cintai, seorang ksatria yang jujur dan patriotik telah gugur di medan tempur. Kerajaan Alengka kini telah kehilangan sosok terbaiknya.

Pesan Penulis

Walau hidup dilingkungan yang penuh keangkara-murkaan setidaknya kita tetap mampu berpikir secara rasional. Mari pertahankan sifat berani, pantang menyerah, dan rela berkorban demi bangsa dan negara, Memang berat dirasa, tapi sekecil apapun usaha mu untuk mewujudkan itu maka sifat patriotisme telah tumbuh dalam dirimu. Sifat ini tumbuh dari rasa cinta, rasa kecintaan akan tanah air, perjuangkan, tebarkan, dan rasakan (Gede Laksana 25/04/2017)

Apapun yang pernah kita berikan kepada seseorang janganlah pernah disinggung kembali, belajarlah untuk selalu ikhlas, karena keikhlasan memancarkan berjuta-juta kilauan sinar, walau ribuan mata tak melihatnya. (Gede Laksana25/04/2017)


"OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM"







No comments:

Post a Comment

UDENG

" OM SWASTIASTU " Tata busana orang-orang Bali ketika melaksanakan suatu upacara atau kegiatan keagamaan memiliki ciri-ciri ...