" OM SWASTIASTU "
Pada kesempatan ini saya selaku penulis, mencoba untuk menjelaskan sebuah gambar yang melukiskan Dewi Kali menginjak dada Dewa Siwa. Kisah tersebut tertulis dalam beberapa Purana. Dan sebagai penulis, semampu saya coba mengartikan makna filosofi apa yang terkandung di dalamnya.
Sebelumnya, saya ceritakan dulu tentang Dewi Pārvatī. Beliau adalah salah satu Dewi dalam agama Hindu. Dalam bahasa Sansekerta, kata Pārvatī berarti "mata air pegunungan". Dewi Parwati juga dikenal dengan berbagai nama, antara lain: Umā, Gaurī, Iswarī, Durgā, Ambikā, Girijā, dan lain lain.
Menurut mitologi Hindu, Dewi Parwati merupakan puteri dari raja Gunung Himalaya yang bernama Himawan, dengan seorang apsari bernama Mena. Dewi Parwati dianggap sebagai pasangan kedua dari Dewa Siwa, yaitu inkarnasi dari Dewi Sati sendiri yang merupakan Shakti Dewa Siwa yang pertama. Dalam perjalanan menjadi Shakti, Dewi Parvati seringkali mendapat kesulitan. Namun, Dewi Parvati selalu tertolong oleh para Dewa. Singkat cerita, akhirnya Dewa Siwa dan Dewi Parwati pun bersatu, lalu mempunyai dua orang putra yang bernama Dewa Kartikeya (Dewa Perang), dan Dewa Ganesha (Dewa Pengetahuan, Kecerdasan, dan Kebijaksanaan).
Beberapa aliran meyakini Dewi Parwati sebagai adik dari Dewa Wisnu, dan adik dari Dewi Gangga pula. Banyak pengikut aliran filsafat Shakta, meyakiniNya sebagai Dewi yang utama. Dalam kesusastraan Hindu, Dewi Parwati juga dihormati sebagai perwujudan dari Shakti atau Dewi Durga.
CeritaNya dimulai dari sini. Suatu ketika Dewi Parwati sedang bertapa, kemudian para Dewa datang memohon perlindungan Dewi Parwati dari kejaran seorang raksasa bernama Raktajiba (raksasa yang sangat sakti karena memperoleh anugerah dari Dewa Siwa) yang akan menghabisi para Dewa. Dewi Parwati pun menolak, karena jika Dia melindungi para Dewa, dalam ritualnya dia telah melihat akan ada kejadian menginjak Dewa Siwa. Dimana menurutNya itu melanggar kodrat sebagai istri. Tapi akhirnya tiba-tiba Dewa Siwa hadir disana dan membujuknya agar berkenan menghancurkan Raktajiba yang hanya bisa di bunuh oleh Adi Shakti saja. Walau terpaksa Dewi Parwati pun menyanggupi permintaan suamiNya. Beliau berubah menjadi Dewi Durga, semua asura (iblis) dia bantai termasuk Raktajiba, karena dalam pembantaian besar-besaran itu amarahNya terus meningkat, maka Beliau kembali berubah menjadi Dewi Kali yang sangat menakutkan. Seorang Dewi berkulit hitam, dan berwajah begitu mengerikan, badannya berlumuran darah, dan di leher berkalungkan tengkorak serta ular. Inilah Dewi Kali yang merupakan lambang kematian.
Setelah berwujud menjadi Dewi Kali, beliau tidak bisa dihentikan bahkan oleh Dewa Wisnu sekalipun. Dewi Kali begitu haus darah, sampai para Dewa pun ingin ditebasNya. Akhirnya Dewa Siwa mencari jalan keluar unutk menyadarkanNya, yaitu dengan berbaring di jalan yang akan dilalui Sang Dewi. Lalu Dewi Kali pun menginjakNya. Dengan menginjak dada Dewa Siwa, maka Dewi Kali mulai tersadar dan kembali berubah menjadi Dewi Parwati, ini dikarenakan Dewi Parwati tidak pernah bisa melupakan haehat dan kewajibanNya sebagai seorang istri. Namun setelah Dewi Parwati tersadar, Beliau merasa sangat berdosa dan meminta hukuman kepada Dewa Siwa. Tapi Dewa Siwa menolaknya karen Dewi Parwati memang tidak bersalah. Kemudian Dewi Parwati mencari pertobatannya sendiri.
Pesan Penulis
Kata Kali berasal dari kata yang tidak asing di telinga masyarakat, khususnya masyarakat Hindu, yaitu Kala atau waktu. Dia adalah daya dari waktu, waktu yang kita semua mengenalinya dengan baik adalah pemusnah segalanya. Itulah sebabnya Sri Krsna bersabda dalam Bhagawad Gita XI. 32:
“Aku adalah waktu yang maha perkasa untuk menghancurkan dunia yang sekarang ini terlibat dalam memusnahkannya, walaupun tanpa engkau semua angkatan perang yang ditempatkan pada barisan yang memusuhimu tak akan hidup”.
Makna dari Dewi Kali yang berkalung tengkorak, adalah sebagai lambang kematian. WajahNya mengerikan adalah simbol bahwa kematian itu ditakuti semua makhluk hidup. LidahNya yang menjulur keluar sebagai simbol dari "tiada hari tanpa kematian, kematian selalu lapar, setiap orang akan ditelan maut". Bersama Dewa Siwa, Dewi Kali bertugas melebur segala makhluk yang sudah tak layak hidup di dunia.
Makna yang terkandung dalam "gambar diinjaknya dada Dewa Siwa oleh Dewi Kali" mempunyai 2 pesan yang ingin diajarkan kepada umatNya;
1) Makna yang pertama, Dewi Parwati adalah lambang dari Ibu Pertiwi (bumi), sedangkan Dewa Siwa lambang dari Bapa Akasa (langit). Jika kita merusak bumi ini, maka kita akan mendapatkan kesengsaraan, kengerian dan penderitaan. Sehingga langit pun pasti akan ikut tercemar, dan terkena dampak. Kalau hal ini terus merajalela, maka semua kehidupan akan musnah. Intinya sayangi bumi, maka kasih pertiwi dan akasa akan kita peroleh, dan begitu juga sebaliknya jika kita merusak pertiwi maka hanya akan memperoleh bencana dari pertiwi dan akasa.
1) Makna yang pertama, Dewi Parwati adalah lambang dari Ibu Pertiwi (bumi), sedangkan Dewa Siwa lambang dari Bapa Akasa (langit). Jika kita merusak bumi ini, maka kita akan mendapatkan kesengsaraan, kengerian dan penderitaan. Sehingga langit pun pasti akan ikut tercemar, dan terkena dampak. Kalau hal ini terus merajalela, maka semua kehidupan akan musnah. Intinya sayangi bumi, maka kasih pertiwi dan akasa akan kita peroleh, dan begitu juga sebaliknya jika kita merusak pertiwi maka hanya akan memperoleh bencana dari pertiwi dan akasa.
2) Makna kedua, yaitu dalam berumah tangga, terkadang banyak hal berat yang mana sang suami tidak mampu menjalankannya, tapi sang istri bisa menyelesaikannya. Kita diajarkan disini untuk tidak perlu malu meminta bantuan pada sang istri. Karena suami istri sesungguhnya adalah satu. Parwati adalah Siwa dan Siwa adalah Parwati. Disini pun kita diberikan sebuah pelajaran, bahwa jika sang istri tidak dibatasi, maka jangan salah jika suatu saat nanti sang suami pun akan diinjak-injak. Intinya jangan remehkan kekuatan wanita, maka dari itu hargailah, jaga dan rawatlah dia. Begitu pula sang istri harus menghargai dan menghormati sang suami sebagai kepala rumah tangga. Karena rumah tangga akan langgeng hanya jika sang raja dan ratunya selalu duduk berdampingan.
Suksma, ...
ReplyDeleteBrahman yang dipuja sebagai Ibu Semesta.
ReplyDeleteTerimakasih atas persembahan tulisannya untuk Ibu Semesta
Suksme.. Saya atur kan atas karya nan indah dan menyadarkan umat sedarma🙏🙏
ReplyDeleteMantap.
ReplyDeletesaya sangat tertarik dengan cerita ini dari dulu, selalu penasaran, mengapa dan bagaimana. sekarang saya semakin Tahu, walau saya nasrani saya sangat-sangat mengagumi teman-teman hindu sekalian, saya berterimakasih untuk penulis blog ini. salam satu Indonesia. Tuhan Yesus memberkati.
ReplyDeleteSaya juga sangat tertarik dengan sejarah mengenai dewa dan dewi. saya seorang muslim saya sangat menghormat umat hindu dan umat lainnya, karena kita hidup di bumi yang sama dan dibawah langit yang sama.. intinya salam satu indonesia.. terima kasih sudah berbagi cerita
ReplyDeleteSaya tertarik dengan ceritanya
ReplyDeleteCeritanya bagus..walaupun saya muslim saya mnghormati
Umat hindu.salam satu indonesia
Nice dan dalam banget
ReplyDeletesaya selalu meluangkan waktu utk melihat cerita menarik dan bahasa yg d sampaikan mengena d hati saat tayang di televisi..apalagi dimainkan artis2 india yg keren luarbiasa
ReplyDelete