Friday 28 April 2017

STHANA-NYA DEWA SIWA MENURUT NAWA SANGA

" OM SWASTIASTU "

Dewata Nawa Sanga adalah sembilan penguasa di setiap penjuru mata angin, ini tertera dalam konsep agama Hindu di Bali. Sembilan penguasa tersebut merupakan Dewa Siwa yang dikelilingi oleh delapan aspeknya. Diagram matahari bergambar Dewata Nawa Sanga ini, ditemukan dalam Surya Majapahit yang merupakan lambang kerajaan Majapahit sendiri. 

Nah, yang ingin saya bahas kali ini adalah isi yang menjelaskan bahwa dalam lambang ini Dewa Siwa 
 merupakan penguasa arah tengah (Madya), yang bersenjatakan Padma, wahananya (kendaraan) lembu yang bernama Nandini, ShaktiNya Dewi Parwati/Durga, aksara sucinya "I" dan "Ya", dilambangkan dengan Panca Warna, dan di Bali dia dipuja di Pura Pusering Jagad. Mungkin banyak orang tak mengenal pura ini kan? Yuk kita bahas agar lebih mengenal tentang Pura Pusering Jagat, pura berstananya Dewa Siwa yang letaknya tepat ditengah-tengah Pulau Bali, yang sesuai dengan Dewata Nawa Sanga.



gambar Pura Pusering Jagat

Jika anda berniat untuk melakukan persembahyangan ke pura ini, maka pergilah ke Desa Pejeng, Kabupaten Gianyar. Pura ini berada di pinggir jalan utama menuju Tampaksiring. Di masa lampau Desa Pejeng merupakan pusat Kerajaan Bali Kuna. Banyak yang menduga bahwa kata "Pejeng" berasal dari kata pajeng yang berarti payung. Dari desa inilah raja-raja Bali Kuna memayungi rakyatnya. Namun, ada juga yang mengartikan bahwa kata "Pejeng" berasal dari kata pajang (bahasa Jawa Kuna) yang berarti sinar. Dipercaya dari sinilah sinar kecemerlangan dipancarkan ke seluruh jagat.

Pura Pusering Jagat adalah salah satu pura penting di Bali dan termasuk satu dari enam pura kahyangan jagat yang berposisi di tengah-tengah. Dalam kosmologi Hindu, tengah adalah sthana (tempat bersemayam) Dewa Siwa. Bagi beberapa orang yang mempelajari sastra menyatakan bahwa di Pura Pusering Jagat lah awal mula kehidupan dan peradaban. Keyakinan itu muncul kemungkinan besar karena Pusering Jagat yang memiliki makna pusat dari semesta.

Dalam isi lontar kuno menjelaskan bahwa Pura Pusering Jagat juga dikenal sebagai Pura Pusering Tasik atau pusatnya lautan. Pemberian nama itu oleh masyarakat Hindu dikaitkan akan cerita Adi Parwa yang mengisahkan tentang perjuangan para aditya dan ditya dalam mencari tirtha amertha (air kehidupan) di tengah lautan Ksirarnawa.

Akan banyak kita temukan arca-arca yang menunjukkan bahwasanya pura ini adalah tempat pemujaan Dewa Siwa, arca yang terdapat dalam pura ini seperti arca Dewa Ganesha (putra Dewa Siwa), Dewi Durga (Shakti Dewa Siwa), juga arca-arca Bhairawa (salah satu perwujudan Dewa Siwa dalam bentuk yang menakutkan, dihubungkan dengan proses pemusnahan). Terdapat pula arca yang berbentuk kelamin laki-laki (purusa) dan perempuan (pradana) yang kita kenal dengan Lingga. Dalam ajaran Hindu, Purusa dan Pradana ini adalah ciptaan Tuhan yang pertama. Purusa adalah benih kejiwaan, dan Pradana adalah benih kebendaan. Pertemuan Purusa dan Pradana inilah melahirkan kehidupan dan harmoni.

Pada pura ini juga terdapat peninggalan kuno berbentuk bejana yang disebut Sangku Sudamala yang melambangkan limpahan air suci untuk kehidupan. Di dalam sangku sudamala ini terdapat gambar yang menandakan angka tahun Saka 1251.


gambar Sangku Sudamala

Kutipan Lontar Kusuma Dewa

"Tumurun pwa Bhatara Siwa, angeka pada ring Mahameru tinut denira bhatara kang umungguh ring Watukaru Bhatara Maha Dewa, ring Toh Langkir Bhatara Pasupati, ring Lempuhyang Bhatara Hyang Gnijaya, Ring Gowa Lawah Bhatara Hyang Basuki, ring Pusering Tasik Bhatara Hyang Amangkurat, muangring Uluwatu Bhatara Agni Mahajaya."

Artinya :
Maksudnya: Turunlah Tuhan Siwa membumi di Mahameru diikuti oleh para ewa yang distanakan di Batukaru Batara Maha Dewa, di Gunung Agung Batara Pasupati, di Lempuhyang Batara Hyang Gni Jaya, di Gowa Lawah Batara Hyang Basuki, di Pusering Jagat Batara Amangkurat, dan Uluwatu Batara Agni Maha Jaya (Dewa Rudra).

Pura Pusering Jagat ini tergolong pura yang sangat tua usianya. Di dalam pura ini terdapat banyak peninggalan purbakala. Pura ini dalam Lontar Kusuma Dewa disebut pula dengan nama Pura Pusering Tasik sebagai salah satu dari Pura Sad Kahyangan di Bali. Tidak kurang dari sembilan lontar yang ada di Bali menyatakan tentang Sad Kahyangan yang berbeda-beda. Tahun 1979 pernah dilakukan penelitian tentang keberadaan Sad Kahyangan di Bali oleh tim peneliti IHD (sekarang bernama Unhi). Tim peneliti tersebut lalu menetapkan Sad Kahyangan yang dinyatakan dalam Lontar Kusuma Dewa tersebut sebagai Sad Kahyangan di Bali. Hal itu dilakukan karena Sad Kahyangan yang dinyatakan dalam Lontar Kusuma Dewa itu didirikan saat Bali masih bersatu dalam satu kerajaan dengan Mpu Kuturan sebagai Pandita Kerajaan. Setelah Bali menjadi sembilan kerajaan, sepertinya tiap-tiap kerajaan di Bali memiliki Sad Kahyangannya masing-masing. Hal inilah yang menyebabkan adanya beberapa lontar menyatakan adanya Sad Kahyangan yang berbeda-beda.

Dalam Lontar Kusuma Dewa itu Pura Pusering Jagat dinyatakan sebagai tempat pemujaan Batara Amangkurat. Artinya di Pura Pusering Jagat ini Tuhan dipuja sebagai dewa penuntun mereka yang sedang memangku jabatan menata kehidupan rakyat. Penguasa itu akan mengabdi pada yang dikuasai apabila mereka yang berkuasa itu adalah mereka yang memiliki sikap hidup yang religius. Tanpa religiusitas yang kuat penguasa dapat berbuat sewenang-wenang pada rakyat yang dikuasainya. Di Pura Pusering Jagat ini palinggih yang paling utama adalah Palinggih Ratu Pusering Jagat. Di samping itu terdapat palinggih yang disebut Gedong Purusa. Di palinggih ini terdapat simbol Purusa dan Pradana yang digambarkan dengan alat reproduksi laki-laki dan perempuan. Dalam ajaran Samkhya Yoga, Purusa dan Pradana ini adalah ciptaan Tuhan (Iswara) yang pertama. Purusa adalah benih-benih kejiwaan, sedangkan Pradana adalah benih-benih kebendaan. Melalui Purusa dan Pradana inilah Tuhan menciptakan kehidupan yang sejahtera untuk mengisi alam semesta ini. Hal ini juga berarti para penguasa yang memuja Tuhan di Pura Pusering Jagat ini diharapkan mendapatkan kekuatan spiritual untuk menyeimbangkan eksistensi Purusa dan Pradana agar terus bersinergi. Dengan kuatnya sinergi Purusa atau unsur kejiwaan dengan Pradana unsur kebendaan maka akan terciptalah berbagai sumber kehidupan untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera lahir batin. Swadharma utama para penguasa rakyat (Sang Amangkurat) adalah mengupayakan terciptanya nilai-nilai kejiwaan dan kebendaan secara berkesinambungan untuk membangun manusia dan masyarakat yang semakin berkualitas. 


gambar Lingga Yoni

Di samping Palinggih Gedong Purusa ada Palinggih Ratu Sidakarya. Palinggih ini sebagai sarana memuja Tuhan untuk menguatkan spiritualitas umat yang memuja Tuhan untuk mencapai keberhasilan dalam kerjanya (sidhakarya). Tujuan memuja Tuhan untuk meningkatkan etos kerja umat dalam menyelenggarakan kehidupannya.

Tujuan pemujaan Tuhan di Pura Sad Kahyangan di Bali memang untuk menegakkan Sad Kerti yaitu Atma Kerti, Samudra Kerti, Wana Kerti, Danu Kerti, Jagat Kerti dan Jana Kerti. Sad Kerti itu enam upaya untuk menjaga eksistensi kesucian atman, fungsi samudera, hutan, sumber air, sistem sosial dan individu yang solid. Di timur Gedong Purusa terdapat peninggalan kuno berbentuk bejana yang disebut sangku sudamala. Bejana ini sebagai simbol wadah air suci untuk menyucikan hidup manusia. Karena dengan kesucian itulah dharma dapat ditegakkan dalam hidup ini. Di sangku sudamala ini ada gambar yang menandakan angka tahun Saka 1251. Di sebelah kanan Palinggih Sidakarya terdapat Palinggih Catur Muka. Palinggih ini sebagai media pemujaan Dewa Catur Loka Pala manifestasi Tuhan sebagai pelindung empat arah. Lewat pemujaan Tuhan sebagai Catur Muka yaitu Dewa Iswara, Dewa Brahma, Dewa Maha Dewa dan Dewa Wisnu ini dimohonkan terciptanya sumber-sumber kehidupan berupa rasa aman dan sejahtera di semua penjuru dunia. Hal ini dimaksudkan untuk memohon adanya pemerataan yang adil untuk memperoleh kehidupan yang aman dan sejahtera di semua penjuru, yang mesti diupayakan oleh mereka yang memegang jabatan untuk melayani publik atau jagat.

Sebelum saya akhiri tulisan ini saya ingin bertanya, "sudahkah kita pernah "tangkil" ke mari? kalau anda baktha Dewa Siwa setidaknya pernah bersembahyang ke Pura Pusering Jagat yach!! 😉😉😉



Disadur dari berbagai sumber

oleh  Gede Laksana


" OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM "







No comments:

Post a Comment

UDENG

" OM SWASTIASTU " Tata busana orang-orang Bali ketika melaksanakan suatu upacara atau kegiatan keagamaan memiliki ciri-ciri ...