" OM SWASTIASTU "
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "salah kaprah" adalah kesalahan yang umum sekali sehingga orang tidak merasakan sebagai sebuah kesalahan. Menjadi umum karena kesalahan itu telah melalui proses pemakaian yang luas.
Pada suatu sore aku dan teman-teman bersembahyang ke sebuah pura. Dalam doa nya aku mendengar sebuah kalimat permohonan, "titiang nunas merta". Mendengar hal ini aku sedikit kaget, ingin ku bertanya tapi kuurungkan niatku karena masih dalam prosesi persembahyangan. Selesai sembahyang dan kita sudah berada di jaba pura, akupun menanyakan tentang hal itu kepada teman-temanku. Dan semua jawaban teman-temanku tentang maksud dari "titiang nunas merta" adalah "titiang nunas keselamatan". Lalu akupun mencoba untuk menjelaskan semampuku.
Sampai di rumah aku kembali bertanya tentang makna dari "merta", yang kebetulan om dan tante juga hadir di sana tuk berkunjung. Dari jawaban mereka, rata-rata sama dengan jawaban teman-temanku. Ternyata karena sudah melalui proses pemakaian yang begitu luas kata "merta" ini banyak yang tidak menyadari kekeliruannya. Dengan segala hormat tanpa maksud menggurui aku lalu mencoba untuk menjelaskannya kembali ditengah berkumpulnya keluarga dari ayahku.
Yuk sama-sama belajar, agar mengerti tentang makna dari kata "merta". "Merta" ini berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti "mati/maut". Jadi jika kita menyebutkan kalimat ini dalam doa "titiang nunas merta" bukankah kita sebenarnya memohon kematian dengan segera? Apa kalian yakin? 😄. Walau semua ini adalah pinjaman, tapi kalau boleh aku pribadi sih, enggak dulu deh karena masih banyak yang harus aku lakukan.
Terus bagaimana cara mengganti kata "mati" dalam sebuah ucapan doa? Ya, tambahkan sebuah huruf "A" hingga menjadi kata "Amerta" yang berarti minuman para Dewa yang dihasilkan dari pengadukan samudera. Atau kata "Amerta" secara harafiah artinya adalah "ke-tidak-mati-an" atau "kehidupan". Nah sekarang yang mana akan kita pakai dalam ucapan doa kita? Silahkan pembaca yang memutuskannya sendiri.
Terus bagaimana cara mengganti kata "mati" dalam sebuah ucapan doa? Ya, tambahkan sebuah huruf "A" hingga menjadi kata "Amerta" yang berarti minuman para Dewa yang dihasilkan dari pengadukan samudera. Atau kata "Amerta" secara harafiah artinya adalah "ke-tidak-mati-an" atau "kehidupan". Nah sekarang yang mana akan kita pakai dalam ucapan doa kita? Silahkan pembaca yang memutuskannya sendiri.
"OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM"
by Gede Laksana
Tapi yg tiang baca dari sebuah pewyangan bayoe edan...jutsru itu yang bnar..Karena penulisan nya sebenarnya untuk kematian adalah Mreta bukan Merta ...jadi amreta lah yg cocok untuk tidak mati bukan Amerta ...
ReplyDeleteTerus kata MERTA berasal bahasa apa ? DAn Artinya Apa ? Mohon pencerahanya ?
ReplyDeleteSaya setuju dg ulasan Gede Laksana.
ReplyDeleteMerta itu dlm penulisan aksara Kawi sebenarnnya ditulis: Mrta. Huruf M kêrêt.
Seperti halnya Wrkodara. W keret.
Wrko itu serigala, dara itu perut.
Wrkodara adalah ksatria gagah besar tapi dg perut kempis spt serigala, krn tidak kemaruk makan.
Tetapi dlm pengucapan/pelafalannya, kita mengenal yg namanya anaptiksis alias bunyi peluncur.
Sehingga Mrta dibunyikan menjadi Merta. Wrkodara menjadi Werkodara.
Contoh lain anaptiksis: misal kata: buang.
Pengucapannya tidak bu-ang, tetapi buwang. Seolah ada huruf W di situ yg menjadi anaptiksisnya.
Mrta sendiri dlm bahasa Kawi artinya mati. Shg spy menjadi bernakna tidak mati (hidup) lalu diberi awalan A.
Menjadi Amrta.
Demikian ulasan saya..🙏
klo Merta ditengah tambah H ,(mertha) itu artinya apa?
ReplyDelete