Friday 5 May 2017

SARABHA vs NARASINGA

" OM SWASTIASTU "

OM Namah Siwa Ya
OM Namo Narayana Ya

Ada yang sudah tahu siapa itu "Sarabha"? Saya yakin banyak yang belum tahu, maka pada kesempatan ini saya jelaskan sedikit sebuah kisah tentang Sarabha.

Memang cerita tentang Sarabha Awatara sedikit sekali disinggung dalam Purana, maka dari itu mari kita kenali salah satu Awatara ini. Sarabha muncul pertama kali pada akhir dari Satya Yuga. Makna dari kata Sarabha/Sarabesvara adalah jiwa yang bersinar atau pembebas. Beliau adalah Awatara dari Dewa Siwa sendiri.

Ceritanya dimulai ketika Dewa Wisnu ber-Awatara menjadi Narasinga untuk menyelamatkan baktha-Nya yang bernama Prahlada. Prahlada sebenarnya putra dari Hiranyakasipu (Raja para Ashura yang sangat membenci Dewa Wisnu), walau berbeda keyakinan dengan ayahnya, Prahlada tetap memuja Dewa Wisnu. Karena alasan ini pula yang membuat Hiranyakasipu ingin membunuh putranya sendiri. Kesal dengan sikap putranya, Hiranyakasipu berkali-kali mencoba membunuh Prahlada dengan berbagai metode, seperti dijatuhkan dari tebing, ditebas, dipukuli, sampai dihantam dengan astra, tapi anehnya Prahlada ternyata tidak juga mati. Ini dikarenakan ada suatu campur tangan kekuatan gaib, yang menurut Prahlada adalah campur tangan Dewa Wisnu.
Singkat cerita, ketika ada upaya pembunuhan Prahlada untuk ke sekian kalinya, Sang Raja Ashura menantang Prahlada, dan berkata "Katakan di mana aku bisa temukan Wisnu! Biar kutantang Dia bertarung!", Prahlada lalu menjawab "Ia ada dimana-mana, Ia ada di sini, dan Ia akan muncul."

Merasa diejek dengan jawaban itu, Hiranyakasipu mengambil gada-nya lalu memukul salah satu pilar istananya hingga hancur berkeping-keping. Dia terkejut karena pilar yang seharusnya kosong dan hancur itu, dari sana keluarlah sesosok manusia raksasa berkepala singa. Sosok itu tak lain dari Narasinga yang merupakan Awatara dari Dewa Wisnu.

Melihat hal itu Hiranyakasipu pun segera menyerang Narasinga. Pertarungan itu berlangsung sampai senja. Saat senja telah tiba, Narasinga lalu mencengkeram Hiranyakasipu. Menidurkannya di pangkuanNya, lalu dengan cakar/kukuNya mengoyak perut Hiranyakasipu. Tindakan ini membuat anugerah dari Dewa Brahma tidak berlaku lagi bagi Hiranyakasipu, karena;
  1. Narasinga bukan manusia, binatang, ataupun Dewa. Ia adalah perwujudan dari ketiganya.
  2. Hiranyaksipu tidak dibunuh kala pagi, siang, atau malam melainkan dikala senja (peralihan dari siang menuju malam).
  3. Hiranyaksipu tidak dibunuh dengan senjata, air, atau api melainkan oleh kuku/cakar Narasinga.
  4. Hiranyaksipu tidak dibunuh di luar atau di dalam ruangan, tapi ditengah-tengah pintu masuk. Bukan pula terbunuh di darat atau udara, tapi dia dibunuh di pangkuan Narasinga.
Setelah kematian Sang Raja, Narasinga lalu meminum darah Hiranyakasipu dan mencabik-cabik jasadnya menjadi serpihan-serpihan kecil yang kemudian dikalungkan pada diriNya sendiri. Hal itu Narasinga lakukan supaya tidak ada lagi sisa-sisa tubuh fisik dari Hiranyakasipu yang melakukan kontak dengan semesta.



gambar perwujudan Narasinga Awatara pada ogoh-ogoh

Tapi Dewa Wisnu yang mengambil wujud sebagai Narasinga itu rupanya telah lepas kontrol. Setelah menghabisi Hiranyakasipu, Narasinga pergi melampiaskan amarah ke dunia manusia dan membuat kekacauan dimana-mana. Melihat hal itu Prahlada dan Dewi Laksmi muncul di hadapan Narasinga dan memintanya untuk tenang, tapi Narasinga tidak menghiraukan mereka sama sekali. Para Dewa pun berusaha unutk menghalangi Narasinga, tapi apa daya upaya mereka juga tidak membuahkan hasil. Karena itu mereka pun segera memohon kepada Dewa Siwa untuk memberikan bantuan kepada mereka.

Dewa Siwa lalu mengutus Virabhadra (mahkluk menyeramkan yang muncul dari mulut Dewa Siwa sendiri dan merupakan partner tempur dari Bhadrakali) untuk maju perang menghadapi Narasinga. Tapi kekuatan Virabhadra ternyata tidak sebanding dengan Narasinga Awatara



gambar perwujudan Virabhadra

Ketika tahu bahwa salah satu prajurit terbaiknya telah dikalahkan, Dewa Siwa lalu turun ke bumi dan mengambil sosok separuh singa dan separuh burung bernama Sarabha.



gambar perwujudan Sarabha Awatara pada ogoh-ogoh

Akhirnya Sarabha dan Narasinga pun bertemu, pertarungan antara dua Awatara penjelmaan dari kedua Trimurti itu pun tak terelakkan lagi. Delapan belas hari kemudian, Narasinga kalah. Sarabha lalu membunuh Narasinga Awatara guna mengembalikan jiwa Dewa Wisnu ke tempat asalnya yakni Vaikuntha. Ada juga versi lain yang menyatakan bahwa Narasinga tidak dibunuh, tapi langsung tersadar setelah dilumpuhkan oleh Sarabha, dan langsung memuja Sarabha yang tak lain adalah Dewa Siwa sendiri.

Ada juga versi yang menuliskan bahwa Narasinga Awatara karena kewalahan melawan Sarabha, lalu berubah rupa menjadi Gandaberunda (sosok makhluk buas berwujud burung berkepala dua).

Sarabha adalah satu-satunya perwujudan Awatara dari Dewa Siwa yang ‘penuh’, bukan hanya manifestasi sebagian kekuatannya semata seperti awatara-awatara sebelumnya. Pasca dikalahkan oleh Sarabha, Dewa Wisnu tidak pernah lagi mengambil wujud hewan sebagai wujud AwataraNya (atau separuh hewan).

Pesan Penulis

Dalam rangka menyelamatkan bhakta ataupun umatNya yang senantiasa memegang teguh ajaran dharma, maka Beliau akan mengambil wujud apapun karena kasih sayangNya yang begitu besar kepada kita. Maka sudah sepantasnya kita pun sebagai ciptaanNya agar senantiasa percaya sepenuhnya kepada Beliau, serta menjalankan semua ajaranNya dan menjauhi semua laranganNya secara tulus ikhlas.

Pertarungan antara kedua Awatara itu sebenarnya bukan menunjukkan kepada kita siapa yang menang dan siapa yang kalah, tapi lebih memberikan pemahaman bahwa "diatas langit masih ada langit". Kita diajarkan untuk tidak takabur/sombong, merasa diri lebih kuat, pintar, kaya, berpengaruh dan lain-lain. Kita diberitahu bahwa, seiring kekuatan/kemampuan besar yang kita miliki, maka semakin besar pula godaan yang akan dihadapi. Ini gunanya introspeksi diri, ini pula sebuah ajaran untuk lebih mengenal diri lebih dalam.


OM Namah Siwa Ya
OM Namo Narayana Ya

" OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM "

5 comments:

  1. Dari mana sumber tulisan/artikel ini ?

    ReplyDelete
  2. Bhakta Dewa Siwa pasti mengagungkan Dewa pujaanNya begitupun bakta Dewa Wisnu pasti juga mengagungkan Dewa pujaanya, tergantung siapa yg menulisNya,tdk mungkin Dewa Trimurti (tiga dalam satu) berperang melawan diriNya sendiri, aneh. Ampura

    ReplyDelete
  3. Sumber/nama purana/pustakanya apa? Harus jelas

    ReplyDelete
  4. Biar bertanggung jawab terhadap yg ditulis karena ini akan menjadi panduan sedharma

    ReplyDelete
  5. Tidak terbalik justru Narasinga yg berubah menjadi Gandaberundha (Burung berkepala dua/ganda singa)

    ReplyDelete

UDENG

" OM SWASTIASTU " Tata busana orang-orang Bali ketika melaksanakan suatu upacara atau kegiatan keagamaan memiliki ciri-ciri ...