Tuesday, 30 May 2017

SANTI atau SHANTI

" OM SWASTIASTU "

Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas tentang salah satu salam umat Hindu di Nusantara. Panganjali sudah saya bahas pada tulisan saya yang lalu (klik di sini). Yang sekarang saya bahas adalah salam penutup Paramashanti.

Sebelum kita membahas lebih lanjut, ada baiknya kita mengetahui dulu apa arti dari kata Paramashanti tersebut. Kata Paramashanti terdiri dari dua kata yaitu Parama dan Shanti. Parama dalam Sansekerta berarti "yang terutama/terindah", sedangkan kata Shanti berarti "kedamaian yang sempurna".  Jadi maksud dari ucapan salam yang mengandung doa ini tak lain adalah yang terutama dan terindah dalam hidup ini tak lain dari merasakan sebuah kedamaian yang sempurna. Damai apa yang diharapkan dalam ucapan salam/doa ini? Mari kita bahas terlebih dahulu bagaimana cara mengucapkan salam Paramashanti.

Banyak orang yang keliru dalam menuliskan mantra Paramashanti, kebanyakan orang mengira cara menuliskannya dengan ejaan "Santi". Jelas-jelas ini sebuah kekeliruan, karena akan mempunya makna yang berbeda dari maksud sebenarnya. Kata "Santi" dalam Sansekerta berarti "semboyan atau motto". Sedangkan kata "Shanti" lah yang sebenarnya mempunyai makna "kedamaian yang sempurna". Jadi penulisan dan pengucapan dari mantra Paramashanti adalah OM Shanti Shanti Shanti OM, sebenarnya mempunyai harapan akan pentingnya arti kedamaian itu. Dan jikalau diterjemahkan akan berarti "Oh Hyang Widhi, semoga senantiasa damai atas karuniaMu ". Kata damai yang pertama dimohonkan untuk kedamaian di hati setiap makhluk. Damai yang kedua dimohonkan untuk kedamaian di dunia. Sedangkan kedamaian yang ketiga dimohonkan untuk kedamaian abadi. Jadi secara tak langsung dengan pengucapan mantra Paramashanti sebenarnya kita sudah ikut mendoakan seluruh alam beserta isinya. Maka dari itu ingat jangan lupa mengucakan salam Panganjali dan Paramashanti ketika kita bertemu umat sedharma.

Pada saat pengucapan salam ini pula, kita tidak mengucapkannya begitu saja. Tetapi pengucapan ini diikuti oleh gerakan tubuh (gesture) dan tangan yang akan saya jelaskan dibawah ini.


Sewaktu pengucapan salam ini kita menggunakan sikap yang dikenal dengan nama Pranamasana. Pranamasana terdiri dari dua kata yaitu Prana (hati, napas) dan Asana (sikap, tempat duduk, tahta). Sikap ini dilakukan dengan cara mencangkupkan kedua telapak tangan di depan dada atau tepatnya di depan jantung, jari-jari tangan menunjuk ke atas, menutup mata, dan membungkukkan kepala. 

Kenapa kita cakupan tangan kita letakkan di depan jantung/hati? Ini dikarenakan, karena kepercayaan kita bahwa ada percikan Hyang Widhi dalam setiap makhluk yang bersemayam dalam Anahata Chakra (Cakra jantung). Sikap ini pula mempunyai makna pengakuan jiwa yang ada dalam diri seseorang, oleh jiwa di dalam diri orang lain.

Pranamasana juga memiliki makna yang begitu dalam. Tangan kanan merupakan representasi dari diri yang lebih tinggi (diri dalam kandungan Hyang Widhi), sedangkan tangan kiri lambang dari representasi diri yang lebih rendah (diri duniawi). Maka dengan dicangkupkannya kedua telapak tangan berarti kita telah menyatukan kedua aspek ‘diri’ itu, dan berusaha menyambungkannya dengan individu lain di hadapan kita.

Dan juga ketika mencangkupkan kedua telapak tangan pada Anahata Chakra (Cakra jantung) kita sebenarnya meningkatkan aliran kasih Hyang Widhi. Sikap sedikit membungkuk dan memejamkan mata akan membantu kita untuk berpikir berserah diri kepada Hyang Esa.

Oh iya, sikap Pranamasana dan Paramashanti kerap dilakukan di kalangan praktisi yoga, untuk mengawali dan mengakhiri latihan ini dikenal dengan istilah Namaste. Dengan melakukan Namaste, guru dan murid bersama-sama masuk ke medan koneksi energi yang bebas dari segala ikatan ego. Jika dilakukan dengan keikhlasan hati dan pikir, suatu ikatan spirit akan tumbuh dan mekar. Namaste dilakukan di akhir latihan, karena pada saat ini pikiran tidak terlalu aktif dan energi di dalam ruangan lebih damai. Seorang Guru akan memulai Namaste sebagai wujud syukur, lalu diikuti oleh murid dengan membalas sebagai simbol penghormatan. Sebagai imbalannya, Guru mengajak para murid untuk terhubung dengan kanal yang memungkinkan kebenaran mengalir yaitu kebenaran bahwa kita semua adalah satu ketika kita hidup dari hati nurani.


Semoga dengan membaca tulisan ini semeton sedharma sedikitnya bisa menambah pengetahuan dirinya sendiri. Tulisan ini murni sebagai bacaan semata tidak ada maksud menggurui atau menyalahkan apa yang menjadi kepercayaan anda. Dan kalau ada kata-kata yang salah mohon maaf yang sebesar-besarnya. 



" OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM "




Sunday, 28 May 2017

APALAH ARTI SEBUAH NAMA

" OM SWASTI ASTU "

Benarkah nama itu sesuatu yang sangat penting? Barangkali beberapa diantara kita akan berpikir bahwa nama sangat penting, dikarenakan sebuah nama menyangkut dan menjelaskan identitas siapa kita. Tapi ada juga sebagian yang mempunyai pikiran lain, dan beranggapan bahwa nama itu adalah alat tunjuk yang mengarah ke diri kita. Bahkan malah ada yang berkata, "nama itu tidak ada gunanya tak lebih dari legalitas saja”, dan lain sebagainya.


Saya yakin tiap orang pasti punya pendapat sendiri mengenai apa arti sebuah nama bagi seseorang. Jadi seberapa pentingkah sebuah nama itu?

Nama yang diberikan orang tua kepada anaknya sebenarnya mengandung besarnya harapan dari orang tua. Dan juga nama yang disematkan kepada anaknya dipengaruhi oleh rasa cinta kasih. Orang tua berharap agar anaknya kelak bisa tumbuh dewasa sesuai dengan kandungan makna dalam nama yang telah diberikan.

Dan sebagai ungkapan hati, tentunya orang tua akan memilih kata yang tepat sebagai nama serta mengandung doa untuk kebaikan sang anak nanti, bukan kata-kata yang mengandung makna buruk yang akan membawa anak menjadi orang jahat.

Sebagai penanggung jawab dan pemeliharaan sang buah hati, maka orang tualah yang menentukan tujuan dan cara mendidik anak tersebut. Ini dikarenakan orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak. Dimana anak dikala itu masih polos, belum mengetahui apa-apa. Sehingga orang tua yang akan memberi corak dalam kehidupanya.

Khususnya di Bali, nama yang diberikan kepada anak-anaknya mempunyai keunikan tersendiri. Sebagai contoh awalan nama di Bali antara lain yaitu :

Kata "Ni" adalah kata sandang untuk perempuan, contoh "Ni Made Wulandari"

Kata "I" adalah kata sandang untuk untuk laki-laki, contoh "I Komang Rupawan"

Wayan / Putu / Gede = nama depan ini diberikan untuk anak pertama. Wayan berasal dari kata wayahan yang artinya lebih tua. Kata Putu artinya cucu. Sedangkan kata Gede artinya besar. Nama Gede cenderung digunakan kepada anak laki-laki saja, sementara untuk anak perempuan jarang digunakan. Tapi jika anak perempuan dinamakan Gede, maka akan ditambahkan kata Luh pada nama Gede, contoh " Luh Gede Purnama Sari".

Made / Nengah / Kadek (Kade) = nama depan ini diberikan untuk anak kedua. Nama Made (madé) berasal dari kata madya yang berarti tengah. Untuk nama depan Nengah sebenarnya juga berasal dari kata "tengah". Ada pula nama Kadek (Kade) yang merupakan variasi kata dari Made. Ada yang berpendapat bahwa kata Kadek (Kade) berasal dari kata adi yang bermakna adik.

Nyoman / Komang = nama depan ini diberikan untuk anak ketiga. Nama Nyoman berasal dari kata anom yang berarti muda atau kecil. Sedangkan bentuk variasi dari kata Nyoman adalah kata Komang. Ada pula yang beranggapan bahwa nama Nyoman/Komang berasal dari kata nyeman yang artinya lebih tawar, hal ini mengacu kepada nama lapisan terakhir dari pohon pisang sebelum kulit terluar yang rasanya cukup tawar. Ada pula dugaan bahwa nama Nyoman/Komang diambil dari bahasa Sansekerta, yang berasal dari kata oman yang berarti sisa atau bagian. Menurut pandangan orang Bali pada zaman dahulu, sebuah keluarga sebaiknya memiliki tiga anak saja.  Karena setelah beranak tiga, kita diharapkan akan menjadi lebih bijaksana. Namun karena dahulu, obat-obat tradisional kurang efektif untuk mencegah kehamilan, sehingga sepasang suami istri di Bali memiliki lebih dari tiga anak. Sehingga lahirlah cara menamai anak keempat. 

Ketut = nama depan ini diberikan untuk anak keempat. Nama Ketut berasal dari kata ketuwut yang bermakna mengikuti atau membuntuti. Tapi ada pula yang mengkaitkan nama ini dengan kata kuno kitut yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang. Ketut biasanya anak yang tersayang. Tapi karena kini adanya program KB yang dianjurkan pemerintah, maka semakin sedikit orang Bali yang bernama Ketut. Itu sebabnya ada kekhawatiran akan punahnya sebutan kesayangan ini. Menurut cerita orang-orang tua di Bali, sebuah pantangan bahwa petani tidak boleh menyebut kata bikul (tikus) jika sedang berada di persawahan. Menyebut kata bikul (tikus) di sawah dipercaya adalah mantra yang bisa memanggil tikus. Untuk itu, jika sedang di sawah, orang-orang memanggil bikul (tikus) dengan julukan khusus yaitu dengan sebutan Jero Ketut yang berarti tuan kecil. Ini dilihat dari sudut pandang bahwa bagimanapun juga tikus adalah bagian dari keseimbangan alam.
Tapi kini banyak hal yang berubah di Bali sejak  kemerdekaan. Bila pada zaman dahulu orang Bali menamai anaknya sekehendak hati (onomatope) dan sering tanpa arti. Sedangkan di zaman sekarang orang-orang mulai ramai memakai nama yang berasal dari bahasa Sansekerta dan Indonesia. Ada juga nama orang Bali kini yang sudah 'bernuansa' barat seperti misal I Komang Teddy, atau Ni Putu Ayu Angelina.

Berikut penulis akan menjelaskan beberapa nama yang biasanya diberikan kepada anak-anak di Bali.
adi (Sansekerta) : cantik, indah 
- aditya (Sansekerta) : matahari
- adnyana (Sansekerta) : akal, pikiran
- agus (Sansekerta) : bagus, tampan
- amba (Sansekerta) : lebar, hamba, saya
- ambar (Sansekerta) : wangi, semerbak
- ananta (Sansekerta) : bermacam-macam
- angga wijaya (Sansekerta) : angga (badan), wijaya (unggul, menang)
- anggi (Sansekerta) : rempah
- anjali (Sansekerta) : menyembah, berbakti
- apsari dewi (Sansekerta) : apsari (bidadari), dewi (dewi)
- ari antini (Sansekerta) : ari (adik), antini (tinggal di pertapaan)
- anindya manohara (Sansekerta) : anindya (cantik, jelita), manohara (memikat, menawan)
- arini (Indonesia) : yang selalu muda
- bagia (sansekerta) : bagia/bagya (suka, bahagia)
- baskara (Sansekerta) : matahari, surya
- danu arta (Sansekerta) : danu (paling manis, panah), arta (harta, uang)
- darmi (Sansekerta) : pengabdian
- dika putra (Sansekerta) : dika (paduka, engkau), putra (anak laki-laki)
- mahendra (Sansekerta) : mahe/maha (tinggi, hebat), endra (indera, Dewa Indra)
- ratna (Sansekerta) : intan, emas, permata
- satyatama (Sansekerta) : satya (setia), tama (utama, baik)
- savitri (Sansekerta) : nama seorang Dewi, yang berhubungan dengan matahari, kepercayaan
- santi (Sansekerta) : motto, semboyan
- setiawati (Sansekerta) : setia/setya (setia), wati (putri, jagat)
- shanti (Sansekerta) : damai, tenang
- sriwati (Sansekerta) : sri (cemerlang), wati (dunia, jagat, putri)
- suharta (Sansekerta) : su (baik), harta (kekayaan)
- susila (Sansekerta) : su (baik), sila (dasar, sikap duduk)
- wardani (Sansekerta) : kesucian tubuh, penuh cinta kasih
- widiadnyana (Sansekerta) : widi (izin, aturan, Hyang Widhi), adnyana (pikiran, akal)
- widiastuti (Sansekerta) : widyastuti (pengetahuan tentang doa, berbakti, pujian)
- widia (Sansekerta) : widya (pengetahuan, ilmu)
- wiguna (Sansekerta) : berguna, bermanfaat
- wijaya (Sansekerta) : unggul, menang
Dan masih banyak lagi arti dari sebuah nama, yang merupakan anugerah dari orang tua kepada anak-anaknya (jika ada yang ingin tahu arti namanya, silahkan bertanya langsung di kolom komentar atau via Facebook)

Pesan Penulis

Nama yang kita sandang adalah salah satu anugerah dari orang tua, dalam nama itu kerap terpendam doa dan harapan orang tua, agar anaknya mampu hidup sejalan dengan makna nama yang diberikan. Dan pada nama yang disematkan orang tua kita sejak kecil, sebenarnya mengandung rasa cinta kasih yang begitu dalam, ingat nama pada anaknya biasanya disiapkan sebelum buah hatinya ada dalam kandungan sekalipun, orang tua mencintai buah hatinya dari hati, rahim, dan bahkan itu sudah dimulai sejak belum mengetahui rupa dan bentukmu. Maka dari itu jagalah nama mu, karena itu adalah amanat terpendam dari orang tua yang tak kan pernah dijelaskan oleh mereka.

oleh Gede Laksana

"OM SHANTI, SHANTI, SHATI, OM "




Thursday, 25 May 2017

PEMBERIAN

" OM SWASTIASTU "

Dalam sebuah gubuk tua tinggalah seorang wanita dengan anaknya. Ibu itu bernama Bu Darmi dan anak laki-lakinya yang berumur 7 tahun bernama Prasaja. Setiap hari dia dan anaknya bekerja sebagai pencari barang bekas di jalanan. Karena keadaan ekonominya yang begitu miris, sehingga anaknya pun belum mengenyam bangku pendidikan.

Suatu hari Bu Darmi dan Prasaja pergi mencari barang bekas ke kota. Dia mengais dari satu tong sampah ke tong sampah lainnya. Walau di bawah terik matahari, dia dan anaknya tetap semangat bekerja.

Saking panasnya, berulang kali ibu dan anak itu harus meneguk air dari botol minuman yang mereka bawa. Lama kelamaan akhirnya air dalam botol pun habis. Tiba saatnya Prasaja yang kehausan itu hendak minum, tapi sangat disayangkan setetes air pun tak tersisa, lalu dia pun merengek kepada ibunya untuk mencarikan air.

Melihat hal itu, Bu Darmi segera pergi mencarinya. Ketika meyusuri jalan, tiba-tiba dia melihat sebuah keran air yang terletak di luar sebuah toko kecil yang cukup ramai pembeli sedang berbelanja. Kebetulan di sana ada seorang karyawan yang sedang menyapu di luar toko. Lalu Bu Darmi pun memberanikan diri berkata tuk meminta sebotol air keran tersebut.

Karyawan yang baik hati itu tanpa banyak kata mempersilahkan Bu Darmi untuk mengambilnya. Tapi sangat disayangkan, baru setengah dari botolnya terisi, keluarlah pemilik toko dan menghardik Bu Darmi dengan kata-kata kasar. Tak luput karyawannya sendiri juga di maki-maki karena memberikan izin. Walau sudah berkali-kali Bu Darmi meminta maaf, namun si pemilik tak juga berhenti mengoceh. Mendengar keributan itu, para pembeli pun keluar melihat peristiwa yang sedang terjadi.

Banyak yang menyayangkan atas sikap dan kata-kata pemilik toko yang keterlaluan itu. Karena kasihan, beberapa orang pembeli lalu menggandeng tangan Bu Darmi untuk meninggalkan toko tersebut. Pembeli lainnya, yang merasa kesal melihat tingkah laku pemilik, akhirnya mengurungkan niatnya untuk membeli barang di toko itu.

Lambat laun peristiwa itu tersebar dilingkungan tersebut. Dari mulut ke mulut hal itu menjadi besar. Para pelanggan yang dulunya sering datang ke toko itu, kini tak pernah lagi mampir. Banyak yang tak suka atas sikap si pemilik toko. Akhirnya toko itu pun lambat laun gulung tikar.

Pesan Penulis

Ketika kulit kita terluka oleh sebuah pisau, kita masih bisa mengobatinya, dan jika waktunya sudah tiba maka bekas luka itu akan hilang. Tapi ketika kata-kata buruk yang kita lontarkan kepada seseorang dengan maksud menghina, maka itu akan susah untuk dihilangkan atau disembuhkan, karena akan selalu tersimpan rapat di dalam hati.

"Semakin banyak memberi, maka semakin banyak akan di terima". Kini, banyak orang yang makin gemar mengumpulkan sesuatu yang sebenarnya bukanlah miliknya, tapi lupa untuk memberi apa yang telah dia peroleh kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Memang benar dengan meminta kita akan mendapatkan banyak, tapi mereka lupa bahwa dengan memberi, sebenarnya kita mengundang berkahNya. Maka dari itu marilah kita timbun banyak phala dari karma yang baik selama masih diizinkan menghirup napas olehNya. 



" OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM "



Saturday, 20 May 2017

PERCAKAPAN DENGAN TUHAN

" OM SWASTIASTU "

Ada sebuah percakapan antara Tuhan dan umatNya. Tapi walaupun percakapan pendek ini adalah sebuah humor/imajinasi belaka, kalau kita baca dan pahami dengan seksama, maka kita akan menemukan makna yang begitu dalam dan petuah penting didalamnya. Untuk lebih jelasnya yuk kita simak percakapan pada gambar dibawah ini.


Apa yang bisa anda petik dari percakapan singkat itu? Jikalau anda tak begitu yakin, mari kita sama-sama membedah makna tersembunyinya.

Sewaktu kita sembahyang, kerap kita menceritakan semua permasalahan yang telah menimpa diri. Kadang, ada sampai yang bercerita panjang lebar dalam doanya. Apakah hal itu salah? Tentu saja tidak kan. Cuma pada percakapan di atas kita diingatkan bahwa, "permasalahan apapun yang kita hadapi" Tuhan itu sudah tahu semua, karena sifat Beliau yang Maha Tahu. Jadi kita masih ingin, dalam tiap doa kita bercerita kepada Beliau yang sudah tahu akan semuanya? Jawaban itu saya kembalikan kepada pembaca. Oh iya, saya jadi ingat dulu apa kata pepatah "janganlah kita mengajari anak bebek berenang."

Nah ini ada lagi, kerap dalam tiap doa, kita senantiasa mengucapkan suatu permohonan kepadaNya. Baik itu, memohon agar senantiasa sehat, rejeki, jodoh, dan lain sebagainya. Kalau itu semua ditulis pada kertas, mungkin jumlah dari permohonan kita itu akan bisa menjadi sebuah buku. Pertanyaannya, apakah ke semua permohonan kita itu akan dikabulkan? Yang jelas kita tidak tahu pastinya kan, dan memohon kepadaNya sepertinya sah-sah saja. Masalah dikabulkan atau tidak, itu Beliau yang ngatur. Tapi bagaimana kalau mulai sekarang, dalam tiap doa kita cukup "memohon keselamatan", karena kata keselamatan itu mencangkup banyak aspek, selain itu kita juga tak perlu panjang lebar bertutur kata kan? Di sini saya teringat kalimat orang tua yang berbunyi, "bersembahyanglah karena itu adalah kewajibanmu, hadir kehadapanNya apa adanya, bukan karena ada apanya". Jadi kalimat itu menegaskan kita apa itu bersembahyang secara tulus ikhlas tanpa pengharapan ataupun balasan. Tapi semua keputusan itu kembali saya serahkan kepada pembaca.

Kadang juga dalam melontarkan permohonan, kerap kita seperti menuntut kepadaNya agar doa segera dikabulkan. Bukankah ini namanya egois? Gara-gara tertundanya keinginan, kita melontarkan doa dengan nada dan maksud menuntutNya, tapi kita lupa menuntut diri kita sendiri untuk selalu bersyukur akan segala anugerahNya. Percayalah kepadaNya, apapun yang terjadi itu semua karena karma phala kita sendiri, dan semua rencana-rencana Beliau pasti akan indah pada waktunya. Ingat tak ada mahkluk hidup yang dari lahir sampai ajal menjemputnya selalu memperoleh kebahagiaan, begitu juga sebaliknya.

Pesan Penulis

Percaya tak ada sesuatu yang bisa disembunyikan dariNya. Tetap bersyukur dan berdoa walau dalam keadaan terjepit sekalipun. Percayalah untuk meletakkan segala harapanmu padaNya, karena Beliau tak akan pernah mengecewakan hambaNya, bukankah yang sering mengecewakan Beliau adalah umatNya sendiri, tapi Dia tidak. Ingat harapan itu bukanlah sebuah impian, tapi itu merupakan sebuah jalan agar sebuah mimpi jadi kenyataan, jadi masihkah engkau ragu meletakkan harapanmu padaNya?

Jangan pernah meragukanNya karena apa yang telah/sedang terjadi padamu, percayalah itu semua adalah anugerah dariNya, walau yang menimpa padamu itu adalah sebuah masalah. Hadiah dari Beliau tak kan selalu dibungkus dengan kemasan yang indah dan menawan, terkadang Tuhan membungkusnya dengan permasalahan tetapi didalamnya selalu ada berkah yang menanti, dan itu akan kita pahami jika kita selalu percaya dan selalu bersyukur hanya padaNya.



" OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM "

Wednesday, 17 May 2017

BETULKAH TUHAN ITU ADA PAPA?

" OM SWASTIASTU "

Tiba-tiba kejadian itu kembali terkenang. Aku teringat jelas ketika Papa menjelaskan sesuatu kepadaku. Suatu kali dengan manja aku bertanya pada Papa : “Betulkah Tuhan itu ada, Papa ? Dan apa artinya Tuhan bagi kita ?” 

Kuingat benar, karena pertanyaan itu Papaku tersenyum dan mengusap kepalaku. Kemudian tak terduga sama sekali Papa memijit hidungku, membuat hidungku sulit menangkap udara masuk. Karenanya aku mengelak disebabkan susah bernapas. Lalu dengan lucunya pula Papa menutup mataku dengan saputangan. Kemudian masih ada kelanjutannya, Papa menutup telingaku dengan kapas. Aku tak dapat mendengar lagi lagu rock yang diputar Kakak dari radio tape kesayangannya. Tak hanya itu, Papa juga bertubi-tubi menghujaniku dengan pertanyaan-pertanyaan.

Papa bertanya, “Dapatkah kau hidup bila tak ada udara yang ke luar masuk rongga dadamu? Dapatkah kau melihat alam yang indah tanpa matamu? Dapatkah kau mendengarkan suara, bahkan suara yang keras sekalipun tanpa telingamu? Kepada siapakah kau harus berterima kasih untuk semuanya itu ? Matahari yang menerangi bumi, siapakah penciptanya ? Lalu alam tempat kita tinggal dan hidup ini, siapa pula yang membuatnya ?”

Aku tersenyum mendengarkan itu, karena menurutku, Papa menjadi mirip dengan seorang penceramah.

“Nah, sekarang akan Papa jelaskan apa pula arti Tuhan bagimu, dan bagi kita. Sebelum itu Papa ingin bertanya, ingatkah kamu kemarin malam apa yang terjadi ketika listrik padam?”

“Gelap.” Jawabku cepat.

“Apa lagi ?” Papa bertanya lagi.

“Rio menangis memangil-manggil Mama dan Papa” tandasku.

“Benar sekali, lalu…? Papa terus bertanya.

“Rio tertidur lagi”

“Itu pun betul, tetapi mengapa Rio tidak rewel lagi ?”

“Karena Papa tidur di sebelah Rio. Rio memang manja kepada Papa, lebih-lebih kepada Mama.”

Papa tersenyum, kemudian katanya, “bukan itu sebabnya. Rio tidak rewel lagi, karena dalam gelap itu Papa mengulurkan tangan. Dengan memegang tangan Papa, Rio kembali merasa aman dan nyaman lalu tidurlah Rio dengan tenangnya.”

Kupikir aku mulai memahami apa maksud Papa yang melakukan hal-hal lucu tadi padaku dan bertanya terus menerus.

“Nah, apa yang terjadi dengan Rio, terjadi dengan Papa dan semua manusia. Kita suatu waktu akan merasakan memerlukan perlindungan, memerlukan bantuan, dorongan, tenaga hidup. Dan semuanya itu kita peroleh jika kita menyadari bahwa Tuhan itu ada dan selalu memayungi hidup kita. Dalam segala kesulitan dan kegelapan, kita akan merasakan bahwa ada tangan yang terulur yang akan menopang hidup kita dan membuat kita aman, tentram dan bahagia dan memungkinkan kita tuk tidur kembali.”

Ya, kukira akhirnya aku memahami benar penjelasan Papa.


Pesan

Tujuan kita hidup bukan hanya untuk menemukan jati diri kita sesungguhnya, tapi juga untuk "memahami" dan "menemukan" siapa pencipta kita beserta alam semesta dan isinya.  Sehingga kita mampu mengambil langkah-langkah yang tepat dan benar dalam mengarungi kehidupan ini selaku hambaNya. (Gede Laksana 17/05/2017)


" OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM "





PELAJARAN

" OM SWASTIASTU "

Malam telah menampakkan dirinya. Kegelapan pun menyelimuti tiap sudut. Aku yang masih asyik duduk sendiri merenungi tentang perjalanan hidupku, dan menikmati malam itu dengan secangkir teh hangat. 

Tak lama kemudian kubaringkan tubuh pada lantai yang beralaskan bentangan karpet hijau, sambil memainkan sebuah tembang dari Ebiet G. Ade yang berjudul "Kalian Dengarkanlah Keluhanku".

Alunan merdu gitar tua mulai terdengar, yang beriringan dengan jenis suara Bariton ku. Sambil menyanyi, kuresapi tiap syair lagu kalbu tersebut. Hmmm.....begitu menyenangkan dan menyentuh hati, sampai-sampai cecak pun ikut bergabung menyanyi bersama-sama.

Satu buah lagu telah selesai ku dendangkan, lalu kembali ku sruput teh dalam cangkir sampai habis. Seiring kurasakan kehangatan teh itu mengalir melewati rongga-rongga tubuh, pandanganku pun kualihkan pada langit-langit rumah. 

Sepersekian menit kupandang langit-langit rumah, tiba-tiba aku memahami sebuah pelajaran darinya. Aku diajarkannya bagaimana seharusnya menggantungkan cita-cita. Lalu tembok pun seakan ikut berucap "contohlah tekad ku, yang selalu berdiri tegak tak tergoyahkan".

Setelah tembok berucap, kini giliran jam dinding berkata "tiap detik itu berharga, maka hargailah waktu, karena kita tak kan pernah bisa mengulang masa lalu".

Tak hanya itu saja, kalender yang menempel di dinding pun ikut berbisik, "jangan tunda sampai besok, karena aku terus berganti". Pintu yang tak mau kalah juga ikut berteriak, "berusahalah dengan sekuat tenaga, sama saat engkau mendorong berniat menutup diriku". Dan terakhir lantai bertutur dengan lembutnya, "ingat untuk selalu duduk bersila di atas ku, karena kunci sebuah kesuksesan seseorang dimulai dari doa dan ucapan syukur hanya kepadaNya.  

Setelah pembelajaran hidup telah ku peroleh dari bagian rumah sederhana kami, aku pun tak lupa tuk bersyukur. Ku ambil sebuah buku, lalu ku tulis apa saja yang barusan di pelajari. Setelah itu, aku beristirahat di kamar.

Pesan Penulis

Guru yang terbaik adalah belajar dari alam. Dari alam pula kita akan kerap memperoleh pembelajaran tentang diri dan kesejatiannya. Dan alam pun mengajarkan kepada kita, bagaimana cara melihat ke atas sebagai motivasi, bukan untuk menjadi pribadi yang rendah diri. Tak lupa juga mengajarkan kita agar selalu melihat ke bawah, agar kita menjadi manusia yang selalu ingat untuk bersyukur, bukan untuk menjadi pribadi yang sombong.





" OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM "




Sunday, 14 May 2017

HAL KECIL YANG TERLUPAKAN

" OM SWASTIASTU "

Ada sebuah kisah yang kuangkat dan kujadikan sebuah cerita, ini merupakan pengalaman langsung dari temanku sendiri. Sebut saja namanya Darana. Dia seorang wiraswasta yang sangat sukses. Darana dikaruniai istri yang cantik, dan 2 anak yang sehat. Walaupun kesuksesannya membatasi waktu luangnya, namun untuk bersembahyang akan selalu dia sempatkan.

Suatu hari takdir berkata lain, kejadian-kejadian buruk terus menimpanya. Mulai dari bisnisnya yang mengalami kemunduran, dan ada juga modalnya yang ditipu oleh partner bisnisnya. Sehingga dia pun harus mengalami kerugian yang begitu banyak. Dan hal itu terus berlanjut, sehinga dia yang dulu dikenal sebagai Darana Si Sukses kini bergelar Darana Si Melarat. Kemelaratan Darana benar-benar sudah dalam tahap memprihatinkan, bahkan untuk makan pun dia harus berusaha habis-habisan. Apesnya lagi, dia mengalami pilihan yang begitu sulit, dia harus mengikhlaskan istrinya kabur dengan pria lain yang lebih mapan. Kini hanya tinggal Darana dan dua anaknya saja.

Walau kehidupannya bagaikan "telur di ujung tanduk", tapi Darana tak pernah menunjukkan kesedihannya sedikit pun. Suatu hari dia berdoa di Sanggah Merajan-nya. Saat sembahyang dia duduk menghadap ke linggih Kemulan lalu berucap "Pekulun Hyang Guru, ijinkanlah hari ini aku memujaMu, memanjatkan puji dan syukurku kehadapanMu. Pada kesempatan ini aku kembali ucapkan beribu-ribu terima kasih atas anugerah yang Engkau berikan pada kami semua, tak kan berkurang sedikit pun rasa syukurku kepadaMu walau dalam keadaanku yang sekarang. Ku anggap ini adalah phala dari karmaku sendiri, dan kuanggap pula ini adalah sebuah pelajaran akan kasih sayangMu kepada kami sekeluarga. Semoga seluruh makhluk selalu berbahagia dan dalam lindunganMu." 

Bagaimanapun sulit kehidupannya, namun Darana tak pernah memohon untuk hidup yang lebih baik. Yang kerap dia lontarkan dalam tiap doanya adalah "memohon keselamatan bersama". Dan rasa syukur itu sering dia ajarkan kepada dua anak-anaknya. Sehingga kedua anaknya itu tumbuh dengan kepribadian yang baik dan jujur, walau dalam hidup yang penuh kekurangan.

Dalam keseharian Darana bekerja sebagai tukang ojek. Suatu hari  ketika hendak pulang ke rumah dari pekerjaan rutinnya mengojek, Darana menemukan sebuah dompet, ternyata isi dompet itu penuh dengan uang dan kartu-kartu penting lainnya. Namun hal tersebut tak membuatnya gelap mata, dia pun pergi ke rumah orang yang bersangkutan dan mengembalikan dompet tersebut. Ternyata dompet itu milik seorang pengusaha yang kaya raya, melihat ketulusan, kejujuran, dan keikhlasan Darana, membuat pengusaha itu tertarik dan menjadikan Darana sebagai supir pribadinya. Berkat bekerja di sana, kehidupan Darana kini menjadi berkecukupan, dan mampu menyekolahkan anak-anaknya lagi. 

Pesan Penulis

Ketika seorang berada pada "titik nol" kehidupannya, sering dia terbingungkan oleh maya-Nya. Berbagai cara akhirnya dia tempuh agar bisa kembali pada situasi hidupnya semula. Dan dalam keadaan ini, menyebabkan banyak orang yang menganggap Tuhan itu tak adil, bahkan ada yang menyalahkan Beliau atas apa yang menimpanya. Banyak yang lupa, bahwa ada hukum alam yang tak bisa ditentang, hukum itu kita kenal dengan Karma Phala atau ada yang menyebutnya dengan Hukum Tabur Tuai. Nah disinilah permainan maya dari Beliau mulai menari. Terus bagaimana caranya menghentikan tarian maya ini? "Syukur" adalah jawaban yang tepat akan pertanyaan itu. Dengan syukur anda akan bisa berpikir lebih rasional, sehingga kebelakangnya akan melahirkan jalan keluar dari permasalahan diri.

Efek dari rasa syukur ini sebenarnya begitu besar. Dengan syukur kita akan tumbuh menjadi pribadi yang "sabar". Setelah itu kita pun mulai ter"sadar" akan diri, sehingga kita akan tetap "berpikir positif", dan disini mulailah kita "mencari tahu" tentang makna hidup, lalu kita akan "belajar memperbaiki diri."  Rasa "ikhlas menikmati hidup" yang sedang dijalani ini akan tumbuh selanjutnya, dan diikuti dengan kemampuan "mengendalikan diri terhadap obsesi hidup". Setelah kemampuan-kemampuan itu dirasakan, makan munculah kemampuan kita untuk "menghilangkan kebiasaan membanding-bandingkan diri" dengan orang lain. Lambat laun rasa takut akan kegagalan mulai sirna, berganti dengan "keinginan untuk hidup bahagia" yang mulai tumbuh, lalu terjadilah sebuah "perubahan nyata". Ingat hal itu hanya akan terjadi jika anda sering "bersyukur", sehingga terbukalah pintu perubahan hidup dan rejeki melalui usaha-usaha yang anda lakukan.



" OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM "



Saturday, 13 May 2017

MANTRA KETIGA PANCA SEMBAH

" OM SWASTIASTU "

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan saya sebelumnya yang berjudul "MANTRA KEDUA PANCA SEMBAH"

Pada rangkaian mantra Panca Sembah dalam persembahyangan masyarakat Hindu, sembah ketiga dari  Panca Sembah memakai bunga atau kewangen (penjelasan tentang kewangen akan saya bahas lain kali). Sembah ini bertujuan untuk memohon kerahajengan jagat, yang ditujukan kepada Sang Hyang Samudaya. Kata Samudaya terdiri dari kata Sam = berkumpul, Udaya = tinggi/luhur, jadi Samudaya berarti kumpulan Dewa/Bhatara yang tinggi, maka dari itu kita tak lagi menggunakan kata Bhatara Sami, karena akan terjadi makna yang tumpang tindih. 

Pada mantra ketiga ini, kita lebih mengenal dengan istilah sembah yang ditujukan kepada Istadewata. Makna dari Istadewata adalah Dewata yang diinginkan kehadiranNya pada waktu memuja. Jadi khusus untuk mantra ini bisa berbeda-beda, tergantung dimana dan kapan bersembahyangan dilakukan..

Misalnya pada hari Saraswati yang dipuja ialah Dewi Saraswati dengan Saraswati Stawa. Pada hari lain dipuja Dewata yang lain dengan stawa-stawa yang lain pula.

Pada persembahyangan umum, seperti pada persembahyangan hari Purnama dan Tilem, Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Siwa. Stawanya sebagai berikut:

Om nama dewa adhisthanàya
sarwa wyapi wai Siwàya
padmàsana eka pratisthàya
ardhanareswaryai namo namah


Om = aksara Suci Tuhan
nama = nama/gelar
dewa = Dewa/Dewata
adisthana= terdiri dari dua kata "adi" (indah/luhur/tinggi/utama), dan "sthana" (tempat tingal/linggih)
sarwa serba/semua/dimana-mana 
wyapi = ada/hadir
wai = menjadi
Siwaya = kepada Dewa Siwa
padmasana = tahta/singgasana, atau terdiri dari dua kata, yaitu "padma" (bunga teratai) dan "asana" (tempat duduk/kursi/singgasana)
eka = satu/tunggal
pratisthaya = kepada yang bertempat tinggal/diam/duduk
ardhanareswari = sebutan untuk Dewa Siwa ketika mengambil wujud purusa dan pradana

Artinya: Oh Hyang Widhi, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Hyang Siwa yang berada di mana-mana, bunga teratai sebagai singasanaNya pada satu tempat, kepada Hyang Siwa sebagai Purusa dan Perdana hamba memujaMu.

Sedangkan pada hari biasa, kita menggunakan mantra dibawah ini ketika melakukan persembahyangan di Pura Pemerajan/Kamimitan (Rong Tiga), Paibon, Dadia atau Padharman, mantramnya sebagai berikut : 


Om , Brahma Wisnu IÇwara dewam
jiwatman trilokanam,
Sarwa jagat pratistanam
suddha klesa winasanam,
Om guru paduka dipata ya namah

Omaksara Suci Tuhan
Brahmà Wisnu Iswara = Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Iswara
dewam = ke Dewa..../kepada Dewa.....
jiwatman = jiwa (benih kehidupan), dan atman (percikan kecil dari Brahman yang berada di dalam setiap makhluk hidup) jadi jiwatman berarti yang memberi kehidupan
Trilokanam = Tri (tiga), dan lokanam (dimensi/dunia/tempat)
sarwa = semua/seluruh
jagat = dunia/alam semesta
pratisthanam = yang bertempat tingal/bersemayam/mensucikan
suddha = menghilangkan/berkurang/mensucikan
klesa = rintangan/gangguan
winasamam = lebur/musnah/hapus
guru = guru/orang tua/pengajar/gelar untuk Hyang Siwa sebagai Bhatara Guru
paduka = paduka/yang terhormat/anda/kamu

Artinya: Oh Hyang Widhi, dalam wujudMu sebagai Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Iswara, yang menjiwai ketiga dunia, seluruh alam semesta tersucikan, bersih dari rintangan dan noda yang termusnahkans olehMu, Oh Hyang Widhi selaku Bapak alam semesta hamba memujaMu.

Cuma segini yang mampu saya ulas, semoga tulisan ini bisa menambah pengetahuan dari semeton se-dharma. Kehadiran tulisan ini bukan maksud saya untuk menggurui, tapi ini murni untuk kita saling belajar. Jikalau ada kesalahan dari saya selaku penulis, saya mohon maaf sebesar-besarnya.

Tulisan berikutnya akan kita bahas mantra Panca Sembah yang lainnya. ~ Suksma ~
          

" OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM "


UDENG

" OM SWASTIASTU " Tata busana orang-orang Bali ketika melaksanakan suatu upacara atau kegiatan keagamaan memiliki ciri-ciri ...