" OM SWASTIASTU "
Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas tentang salah satu salam umat Hindu di Nusantara. Panganjali sudah saya bahas pada tulisan saya yang lalu (klik di sini). Yang sekarang saya bahas adalah salam penutup Paramashanti.
Sebelum kita membahas lebih lanjut, ada baiknya kita mengetahui dulu apa arti dari kata Paramashanti tersebut. Kata Paramashanti terdiri dari dua kata yaitu Parama dan Shanti. Parama dalam Sansekerta berarti "yang terutama/terindah", sedangkan kata Shanti berarti "kedamaian yang sempurna". Jadi maksud dari ucapan salam yang mengandung doa ini tak lain adalah yang terutama dan terindah dalam hidup ini tak lain dari merasakan sebuah kedamaian yang sempurna. Damai apa yang diharapkan dalam ucapan salam/doa ini? Mari kita bahas terlebih dahulu bagaimana cara mengucapkan salam Paramashanti.
Banyak orang yang keliru dalam menuliskan mantra Paramashanti, kebanyakan orang mengira cara menuliskannya dengan ejaan "Santi". Jelas-jelas ini sebuah kekeliruan, karena akan mempunya makna yang berbeda dari maksud sebenarnya. Kata "Santi" dalam Sansekerta berarti "semboyan atau motto". Sedangkan kata "Shanti" lah yang sebenarnya mempunyai makna "kedamaian yang sempurna". Jadi penulisan dan pengucapan dari mantra Paramashanti adalah OM Shanti Shanti Shanti OM, sebenarnya mempunyai harapan akan pentingnya arti kedamaian itu. Dan jikalau diterjemahkan akan berarti "Oh Hyang Widhi, semoga senantiasa damai atas karuniaMu ". Kata damai yang pertama dimohonkan untuk kedamaian di hati setiap makhluk. Damai yang kedua dimohonkan untuk kedamaian di dunia. Sedangkan kedamaian yang ketiga dimohonkan untuk kedamaian abadi. Jadi secara tak langsung dengan pengucapan mantra Paramashanti sebenarnya kita sudah ikut mendoakan seluruh alam beserta isinya. Maka dari itu ingat jangan lupa mengucakan salam Panganjali dan Paramashanti ketika kita bertemu umat sedharma.
Pada saat pengucapan salam ini pula, kita tidak mengucapkannya begitu saja. Tetapi pengucapan ini diikuti oleh gerakan tubuh (gesture) dan tangan yang akan saya jelaskan dibawah ini.
Sewaktu pengucapan salam ini kita menggunakan sikap yang dikenal dengan nama Pranamasana. Pranamasana terdiri dari dua kata yaitu Prana (hati, napas) dan Asana (sikap, tempat duduk, tahta). Sikap ini dilakukan dengan cara mencangkupkan kedua telapak tangan di depan dada atau tepatnya di depan jantung, jari-jari tangan menunjuk ke atas, menutup mata, dan membungkukkan kepala.
Kenapa kita cakupan tangan kita letakkan di depan jantung/hati? Ini dikarenakan, karena kepercayaan kita bahwa ada percikan Hyang Widhi dalam setiap makhluk yang bersemayam dalam Anahata Chakra (Cakra jantung). Sikap ini pula mempunyai makna pengakuan jiwa yang ada dalam diri seseorang, oleh jiwa di dalam diri orang lain.
Pranamasana juga memiliki makna yang begitu dalam. Tangan kanan merupakan representasi dari diri yang lebih tinggi (diri dalam kandungan Hyang Widhi), sedangkan tangan kiri lambang dari representasi diri yang lebih rendah (diri duniawi). Maka dengan dicangkupkannya kedua telapak tangan berarti kita telah menyatukan kedua aspek ‘diri’ itu, dan berusaha menyambungkannya dengan individu lain di hadapan kita.
Dan juga ketika mencangkupkan kedua telapak tangan pada Anahata Chakra (Cakra jantung) kita sebenarnya meningkatkan aliran kasih Hyang Widhi. Sikap sedikit membungkuk dan memejamkan mata akan membantu kita untuk berpikir berserah diri kepada Hyang Esa.
Oh iya, sikap Pranamasana dan Paramashanti kerap dilakukan di kalangan praktisi yoga, untuk mengawali dan mengakhiri latihan ini dikenal dengan istilah Namaste. Dengan melakukan Namaste, guru dan murid bersama-sama masuk ke medan koneksi energi yang bebas dari segala ikatan ego. Jika dilakukan dengan keikhlasan hati dan pikir, suatu ikatan spirit akan tumbuh dan mekar. Namaste dilakukan di akhir latihan, karena pada saat ini pikiran tidak terlalu aktif dan energi di dalam ruangan lebih damai. Seorang Guru akan memulai Namaste sebagai wujud syukur, lalu diikuti oleh murid dengan membalas sebagai simbol penghormatan. Sebagai imbalannya, Guru mengajak para murid untuk terhubung dengan kanal yang memungkinkan kebenaran mengalir yaitu kebenaran bahwa kita semua adalah satu ketika kita hidup dari hati nurani.
Sebelum kita membahas lebih lanjut, ada baiknya kita mengetahui dulu apa arti dari kata Paramashanti tersebut. Kata Paramashanti terdiri dari dua kata yaitu Parama dan Shanti. Parama dalam Sansekerta berarti "yang terutama/terindah", sedangkan kata Shanti berarti "kedamaian yang sempurna". Jadi maksud dari ucapan salam yang mengandung doa ini tak lain adalah yang terutama dan terindah dalam hidup ini tak lain dari merasakan sebuah kedamaian yang sempurna. Damai apa yang diharapkan dalam ucapan salam/doa ini? Mari kita bahas terlebih dahulu bagaimana cara mengucapkan salam Paramashanti.
Banyak orang yang keliru dalam menuliskan mantra Paramashanti, kebanyakan orang mengira cara menuliskannya dengan ejaan "Santi". Jelas-jelas ini sebuah kekeliruan, karena akan mempunya makna yang berbeda dari maksud sebenarnya. Kata "Santi" dalam Sansekerta berarti "semboyan atau motto". Sedangkan kata "Shanti" lah yang sebenarnya mempunyai makna "kedamaian yang sempurna". Jadi penulisan dan pengucapan dari mantra Paramashanti adalah OM Shanti Shanti Shanti OM, sebenarnya mempunyai harapan akan pentingnya arti kedamaian itu. Dan jikalau diterjemahkan akan berarti "Oh Hyang Widhi, semoga senantiasa damai atas karuniaMu ". Kata damai yang pertama dimohonkan untuk kedamaian di hati setiap makhluk. Damai yang kedua dimohonkan untuk kedamaian di dunia. Sedangkan kedamaian yang ketiga dimohonkan untuk kedamaian abadi. Jadi secara tak langsung dengan pengucapan mantra Paramashanti sebenarnya kita sudah ikut mendoakan seluruh alam beserta isinya. Maka dari itu ingat jangan lupa mengucakan salam Panganjali dan Paramashanti ketika kita bertemu umat sedharma.
Pada saat pengucapan salam ini pula, kita tidak mengucapkannya begitu saja. Tetapi pengucapan ini diikuti oleh gerakan tubuh (gesture) dan tangan yang akan saya jelaskan dibawah ini.
Sewaktu pengucapan salam ini kita menggunakan sikap yang dikenal dengan nama Pranamasana. Pranamasana terdiri dari dua kata yaitu Prana (hati, napas) dan Asana (sikap, tempat duduk, tahta). Sikap ini dilakukan dengan cara mencangkupkan kedua telapak tangan di depan dada atau tepatnya di depan jantung, jari-jari tangan menunjuk ke atas, menutup mata, dan membungkukkan kepala.
Kenapa kita cakupan tangan kita letakkan di depan jantung/hati? Ini dikarenakan, karena kepercayaan kita bahwa ada percikan Hyang Widhi dalam setiap makhluk yang bersemayam dalam Anahata Chakra (Cakra jantung). Sikap ini pula mempunyai makna pengakuan jiwa yang ada dalam diri seseorang, oleh jiwa di dalam diri orang lain.
Pranamasana juga memiliki makna yang begitu dalam. Tangan kanan merupakan representasi dari diri yang lebih tinggi (diri dalam kandungan Hyang Widhi), sedangkan tangan kiri lambang dari representasi diri yang lebih rendah (diri duniawi). Maka dengan dicangkupkannya kedua telapak tangan berarti kita telah menyatukan kedua aspek ‘diri’ itu, dan berusaha menyambungkannya dengan individu lain di hadapan kita.
Dan juga ketika mencangkupkan kedua telapak tangan pada Anahata Chakra (Cakra jantung) kita sebenarnya meningkatkan aliran kasih Hyang Widhi. Sikap sedikit membungkuk dan memejamkan mata akan membantu kita untuk berpikir berserah diri kepada Hyang Esa.
Oh iya, sikap Pranamasana dan Paramashanti kerap dilakukan di kalangan praktisi yoga, untuk mengawali dan mengakhiri latihan ini dikenal dengan istilah Namaste. Dengan melakukan Namaste, guru dan murid bersama-sama masuk ke medan koneksi energi yang bebas dari segala ikatan ego. Jika dilakukan dengan keikhlasan hati dan pikir, suatu ikatan spirit akan tumbuh dan mekar. Namaste dilakukan di akhir latihan, karena pada saat ini pikiran tidak terlalu aktif dan energi di dalam ruangan lebih damai. Seorang Guru akan memulai Namaste sebagai wujud syukur, lalu diikuti oleh murid dengan membalas sebagai simbol penghormatan. Sebagai imbalannya, Guru mengajak para murid untuk terhubung dengan kanal yang memungkinkan kebenaran mengalir yaitu kebenaran bahwa kita semua adalah satu ketika kita hidup dari hati nurani.
Semoga dengan membaca tulisan ini semeton sedharma sedikitnya bisa menambah pengetahuan dirinya sendiri. Tulisan ini murni sebagai bacaan semata tidak ada maksud menggurui atau menyalahkan apa yang menjadi kepercayaan anda. Dan kalau ada kata-kata yang salah mohon maaf yang sebesar-besarnya.
oleh Gede Laksana